Pesan singkat saya pagi tadi kepada adik saya, “Cik Gu…, Selamat Hari Guru yaaaa!” – dibalas olehnya, “Hah? Hari Guru ya sekarang?” . Adik saya, Cara Djalil, adalah seorang guru sepanjang perjalanan karirnya. Sejak ia masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak, cita-citanya sudah mantap, ingin menjadi guru TK ! Kalau kami main sekolah-sekolahan di ruang keluarga di rumah di kawasan Menteng zaman dulu, Cara ( oya, membacanya KARA) selalu memilih berdiri di depan bangku-bangku, dan mulai berakting sebagai guru. Saya, kakaknya, tetap menjadi muridnya.
Cita-cita mulianya, Alhamdulillah didengar Tuhan. Lepas dari SMA Regina Pacis Jakarta, ia sempat menjadi guru di sekolah itu. Fakultas Hukum Universitas Indonesia sempat dinikmati, bersamaan dengan kuliahnya di IKIP Rawamangun. Cara ingin menyenangkan hati ayah, untuk tetap kuliah di UI, meski nuraninya berkata tidak. Akhirnya hanya beberapa semester ia pun menyerah. FHUI ditinggalkan, ia berkonsentrasi pada IKIP nya.
Jiwa mendidik perempuan itu menggebu-gebu. Kuliahnya tak lama, sarjana diraihnya dengan hasil yang memuaskan. Lalu bintang jatuh dari langit, Cara diterima menjadi guru di Sekolah Indonesia Singapura. Indahnya hidupnya saat itu luar biasa. Ia bermain, berlompatan dengan anak-anak kecil. Ia menyisiri rambut mereka, bernyanyi, mendongeng, sembari mengajarkan pendidikan kesantunan bagi tunas-tunas suci itu. Cara juga mengajar anak-anak SMA di sana. Apartemennya, yang diperoleh sebagai fasilitas seorang guru, sungguh luar biasa. Di kawasan Bedok Singapura ia mendapat tempat tinggal yang luas sekali. Di tingkat bawah, menghadap ke kolam renang, dan taman bermain anak. Semangat Cara pun makin berbinar-binar.
Pulang ke Indonesia, adik saya sempat menjadi guru di pra TK Kepompong di kawasan Kemang Jakarta Selatan. Jiwanya bergelora, semangat mengajarnya menggebu-gebu. Kepompong menjadi sekolah favorit dan rebutan bagi kalangan Jakarta. Cara ikut menyusun kurikulum sekolah bersama sang pemilik sekolah itu, Ibu Wati dan Ibu Dade Kemal Stamboel. Cara merekrut sahabat dekatnya yang dulu sama-sama di IKIP, Candi. Mereka demikian kompak dan sungguh menikmati mengasuh anak-anak mungil di sana. Candi main gitar, Cara bernyanyi. Cara main piano, Candi mengiringi dengan gitar. Anak-anak berjingkrakan, tertawa renyah, bersenandung dengan riang.
Tak dapat dipungkiri, anak didik Cara saat itu banyak yang cucu berbagai pejabat tinggi, menteri, dan konglomerat. Cara tak pernah perduli dengan kedudukan nenek kakek mereka, meski kadang orang-orang itu datang dan ada pula yang cenderung ingin diistimewakan. Wanita berputri satu ini tidak perduli. Ia tetap tegas dan manis hati melayani orang tua maupun nenek kakek murid-muridnya. Kepompong semakin berkibar, dan yang ingin masuk ke sekolah itu memang semakin berebutan.
Cara tinggal di pelosok pinggir kota. Di sekeliling rumahnya masih penduduk asli yang berpenghasilan pas-pasan. Lalu ia membuka sekolah di garasi rumahnya. Uang sekolah seadanya, siapapun dilayani. Pada perkembangannya, sekolah yang berada di rumahnya menjadi lebih baik dan profesional. Rumahnya dibongkar khusus untuk ruang kelas dan halaman dilengkapi peralatan bermain yang lebih lengkap. Murid-murid dari kalangan menengah pun mulai berdatangan. Bertahun-tahun Cara menikmati celotehan suara anak di pagi hari dari kamar tidurnya. Keindahan raganya, cita-cita murninya memoles anak-anak kecil menjadi manusia indah, tetap bergulir dari hari ke hari.
Lalu Cara menjadi pimpinan untuk sekolah yang dimiliki grup Femina, Kidsports, di kawasan Pondok Indah. Waktunya tersita untuk kegiatan di sana. Ia juga memperhatikan menu makanan yang ada di kantin sekolah, yang dirasakan tidak pantas disajikan untuk anak-anak, tentu tidak diperkenankan muncul di sana. Keselamatan murid dalam bermain dengan segala peralatan, tiap hari tak luput dari pemeriksaannya. Cara masih berlari kecil naik turun tangga, menggendong sesekali murid-muridnya, menari berjoget bergaya raksasa, menirukan suara kambing, pura-pura menjadi balerina, menjadi nenek-nenek, bahkan sesekali ia memelototkan matanya di muka kelas.
Bila jalan dengan Cara ke mal atau ke mana saja, banyak anak remaja bahkan yang sudah menikah membawa bayi menegurnya. Ada yang memanggilnya tante Cara, bu Cara, bahkan masih ada yang memanggilnya, Cik Gu ! Dan Cara sering berbisik ke saya, “Itu lho kak, belasan tahun lalu anak itu beol di celana, gue yang nyebokin, besoknya beol lagi di celana, ibunya nggak mau tahu, nggak pernah mau bawa celana dalam ekstra dari rumah…hahahahaa…!”
Sebagai guru, Cara tak pernah sedikit pun merasa rendah diri meski banyak orang bertanya, “Kok mau-maunya jadi guru?”. Komentar seperti itu hanya ditanggapinya dengan senyum. Toh Cara, sebagai ‘hanya’ guru TK termasuk salah satu wanita Indonesia terpilih yang berada di samping Lady Diana saat datang ke Indonesia, dan mengobrol sejenak dengannya. Foto bersama Lady Di menjadi kenang-kenangannya yang sangat bermakna sampai saat ini. Cara sudah menikmati New York, Spanyol, Inggris dan kota-kota lain di luar negeri karena dikirim oleh perusahaan tempat ia mengajar.
Ia menyerap cara mendidik yang baik, menggali pengetahuan baru seluas-luasnya. Ia juga sudah menerbitkan beberapa buku cerita anak yang sangat indah dengan penuh gambar cerah warna-warni. “Rama dan Ondel-ondel”, “Rama Merayakan Lebaran”, “Mimi Ikut Ayah ke Kandang Kuda”, “Mimi dan Tukang Koran”, dan lain sebagainya, adalah buku-buku karya Cara hasil penyerapan dan pengamatannya sehari-hari tentang berbagai kehidupan anak-anak Indonesia.
Selamat Hari Guru, Cara Djalil, adikku… ! Berjuanglah bersama guru-guru lain se Indonesia. Mulianya guru-guru di negeri ini menerapkan ilmu kepada hati anak-anak yang masih bersih, suci, dengan niatan yang juga suci, semoga menjadi amal yang senantiasa berkah……..
(foto-foto koleksi pribadi Cara Djalil dan keluarga)
seneng banget baca kisahnya ibu tentang adik ibu…iya kl kita ikhlas, rejeki pasti mengikuti….
Mba Linda, baca cerita ini, saya jadi ingat cita cita sejak kecil, pengin jadi guru TK! Karena saya ngefans sekali dengan guru TK saya, sampai sekarang ibu saya yg mantan guru, selalu berkata tak Ada kata terlambat untuk tetap meraih cita cita! Jadilah Sekarang saya tengah berpikir untuk ikut kursus untuk jadi asisten guru di peuterspeelzaal (untuk anak usia 2-4 tahun). Padahal usia saya Sudan 40 tahun, ooh oh ohhh!
mbak linda boleh tau caranya gimana mbak cara jadi guru di sekolah indonesia singapura?
Waduh, bagaimana ya? Mungkin bisa cari tahu dari KBRI Singapura ya? Saya harus tanya adik dulu. Dia sekarang kan juga sudah tidak mengajar di sana sejak belasan tahun. Terima kasih sudah mampir ya Cheka ke blog saya.
Membanggakan. Semoga makin banyak anak muda Indonesia tak lagi minder untuk jadi guru, walau masih sangat banyak yang nasibnya lebih mengenaskan ketimbang para pejuang di pabrik-pabrik di negeri ini. Salam dan salut buat Mbak Cara. Terima kasih, Mbak Linda, untuk esai yang inspiratif tersebut.
Ya, semoga ! Cara adik saya mulai dengan gaji yang sangat minim. Tetapi dia begitu menikmatinya dan tidak berpikir seribu kali untuk berniat pindah kerja. Akhirnya toh rizki dari Tuhan yang tidak berpintu itu menyapanya juga…. , setelah Cara menjalankan profesinya dengan tetap riang dan ikhlas.
Bu Linda , saya pengen banget bicara mengenai pendidikan , khusus nya pendidikan Indonesia dan saya rasa pasti banyak kaum kaum ‘ ATAS ‘ yang mampir di ‘kedai’ ini . Saya membaca beberapa artikel mengenai pendidikan di indonesia di beberapa koran elektronik , saya cukup kaget dengan jumlah SPP yang di bayar di sekolah sekolah tertentu dan tentunya tidak semua anak bisa masuk di sekolah itu sedangkan banyak pula anak anak indonesia yang tidak bisa masuk sekolah karena hambatan biaya ..Ada perbedaan jelas sekali , jelas jelas berbeda .. si anak orang kaya bisa masuk sekolah yanfg WOW dan pasti dengan pendidikan yang memadai apalagi bahasa pengantar nya bhs inggris sudah barang tentu pasti nnya mereka lebih mempunyai kesempatan untuk maju , Betapa Mulia nya jika di buat suatu program pemerintah yang mewajibkan sekolah seperti di atas untuk berpartisipasi memberikan kesempatan kepada anak anak kurang mampu belajar bersama mereka secara cuma cuma sehingga mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk maju . dengan demikian kita bisa bersama sama memajukan bangsa.
Terima kasih atas saran yang mulia ini…..Semoga pemerintah kita semakin memberikan perhatian bagi pendidikan anak Indonesia, terutama yang tidak mampu. Kalau kita lihat bagaimana berita akhir-akhir ini, seorang perempuan anggota DPR yang ‘mencatut’ dana pendidikan, betapa menggemaskannya. Di satu sisi perbaikan pendidikan masih minim, di sisi lain ada orang yang berpendidikan tinggi bergelar hebat masih saja rakus dan ingin mengambil hak orang lain. Ironis memang!
Salam,
aku juga bangga menjadi guru, Mbak Linda…….
salam untuk Mbak Cara Djalil ya…..
Mbak Novie juga guru? Selamat ya! Pekerjaan mulia….
Kakek saya juga seorang guru sampai akhir hayatnya.
saya kok mbrebes mili baca ini ya Bu Linda.
semoga Indonesia diberkahi guru2 mulia seperti bu Cara.