Istri yang Tertindas… Sampai Kapan…?

                                      ****************************************

perempuan separuh baya

menaburkan air mata

di halaman koran

yang tengah dibacanya

——-

begitu banyak perempuan

berkarya

tertawa

mencari nafkah dengan mudahnya

kerja secara terhormat

menginjak tanah di atas telapak kakinya

tanpa nestapa

muncul dalam berita

di segala media

———

bagaimana dengan aku, pikirnya..

aku yang jalan di tempat

bahkan mundur ke belakang

menelusuri penyiksaan

dari sang pasangan

belasan tahun

puluhan tahun…

tanpa bersisa

———

sejak tahun-tahun lampau

perempuan itu ingin hilang

dari kehidupan

dari kewajiban

dari legitemasi perkawinan

yang buram

semu

menyakitkan

———

suami pulang dengan harta

berlimpah

meruah sekenanya

suami pulang bawa penyakit

yang menjijikkan

karena doyan jajan

membeli sana sini dengan harta berkelebihan

duduk di sudut bangku

berbisik di telefon genggam

pulang lewat tengah malam

pemerah bibir sampai ke baju dalam..

———

perempuan itu ..

adalah istri yang tertindas

penyesalan muncul bertubi-tubi

mengapa ia tak segera lari

karena tangan kakinya lumpuh

otaknya apalagi

tak punya segala yang ahli

tiada tahu mencari nafkah sendiri

bukan saja sekolah tak tinggi

karir apa pun bagai hanya mimpi..

——-

perempuan itu meraba koran

ada lagi di halaman dua

ada lagi di halaman empat

ada lagi di halaman duabelas

perempuan Indonesia sumringah

mata berbinar merebut  prestasi

yang ia kenal satu persatu

banyak di antaranya sudah hidup sendiri..

mengapa mereka berani..

mengapa tak takut tanpa suami…

jawabannya hanya satu..

karena mereka bisa mencari uang sendiri….

lalu,  perempuan itu..

istri yang tertindas berlama-lama itu..

memelihara duka..

sampai kapan…??

2 comments

  1. Sudah tidak ada lagi arti dan makna kesetiaan pada saat ini, tetapi yang ditakutkan para perempuan hanyalah “financial” problem.

    Inilah kenyataan, dan mbak sudah menelanjanginya. 

Comments are closed.