Mereka tertawa renyah
tak menghiraukan aku
sibuk dengan obrolan riangnya
serta masing-masing melempar jemari
yang gemerlap
penuh intan
cemerlang berlian
dan leher terbungkus mutiara
sederetan melingkar
masing-masing biji sebesar gundu..
———–
Mereka menjawab kata-kataku hanya sesekali
seakan di meja itu ada orang yang tak begitu penting
tak perlu disejajarkan
karena punya kemampuan yang amat berbeda..
————
Aku tersenyum dalam sanubari yang dalam ini
kutatap yang pertama..
perempuan bergincu senantiasa senyum
dari warna merah keungu-unguan pemoles bibir satu juta rupiah
kutatap yang kedua..
batik tulis seharga dua belas juta
terbalut di tubuh yang setengah mati masuk pelangsingan
sekali rawatan enam belas juta rupiah saja
atau sekian ribu dolar kalau di Singapura sana..
yang satu lagi dengan jemari gemerlap
lima jari lima berlian
yang satu lagi bolak balik membuka tutup tas tangannya
yang di layar iklan terpampang harganya seratus empat belas juta rupiah saja
satu lagi perempuan dengan rambut segala warna
menggeserkan kakinya yang berbalut alas delapan belas juta saja
berpita cantik dengan berlian dari laut utara…
———–
Aku tersenyum..
mereka semua itu
adalah orang-orang kaya yang sakit jiwa..
si gincu punya senyum takut
karena sebentar lagi ada penjara di pelupuk matanya
yang satu lagi bersuamikan pengusaha
yang gemar bikin ulah bagi negara
selebihnya adalah tukang utang..
suami mereka kerap ada di koran-koran ibukota
ngemplang bertahun-tahun dengan gampang…
———–
Aku menarik nafas panjang..
kulirik gelangku emas putih mainan
seharga tiga puluh lima ribu rupiah saja
kudapat kemarin dari pasar pagi mangga dua
lalu tasku yang seru tapi cantik..
cuma di bawah harga dua ratus ribu rupiah saja
dan berlian tercantum di cincinku jemari kanan
yang kumiliki satu-satunya sejak tiga belas tahun silam
dan tak berganti tak bertambah sampai sekarang..
————
Aku tersenyum bangga..
semua yang kupunya bukan dari hasil utang
bukan pula dari hasil nyopet ngemplang uang orang..
dan semoga imanku tetap terjaga..
untuk selalu dilekatkan Tuhan barang-barang yang menjadi berkah NYA..
biarlah aku tak dianggap di meja itu
karena aku tak berharta seperti mereka..
namun aku punya harta yang amat mahal
yang tak dimiliki perempuan-perempuan sontoloyo itu..
yaitu.. harga diri ….!!
seru bacanya, suka, itulah pemandangan yg banyak dijumpai di Indonesia. tidak…tidak hanya jakarta, di tempat pinggiran sana, pandeglang banyak yang kelakuannya seperti itu. alhamdulillah sangat bangga dengan pencapaian sendiri karena peluh, air mata dan langkah kaki untuk mendapatkannya.
I LOIKE!
Bahasax simple, maknax dalem, gampang dimengerti…..
Like this, mba linda 🙂
Hahaha gamblang skali mbak Linda,sontoloyo,tapi tetep PD
hehehe…… pe de aja lageee….!
salam,
Indah betul mbak. Sontoloyo itu yang mengabaikan harga diri.
hahahaaaa…… puisi ini sudah saya tulis Oktober tahun lalu….
terima kasih sudah mampir ya !