belasan tahun kursi itu bersembunyi
di sudut tak terlewati sang penghuni
bagai tiada guna meninggalkan sisa
tak berharga…
——–
kursi itu tempat kakimu leluasa
terangkat ke mana-mana
sembari berteriak urusan pertandingan bola
atau mencermati berita
——–
kursi perpindah tempat
kembali berfungsi seperti sediakala
meski penggunanya berbeda
——–
maka tebaran kenangan mengawang ke sudut ruang
kamu muncul duduk di kursi itu lagi
meski hanya nyawa semu di sana
dengan gaya ‘moncong babi’ yang sama
istilah gurauan kocak menahun yang itu-itu saja
———
ada apa ini
kamu sakit
atau nestapa
kembali murung
atau ruwet kerja…
dari kejauhan sana
——-
kursi itu mengisyaratkan rasa
mesti ini sedang ada apa-apa
galau
was was
tiada nyaman di dada
——-
semua itu ternyata benar adanya
iba kembali menyeruak di dada
kasihan betul kamu
apakah harus kembali kubantu…
——-
udara nafas satu persatu
pemikiran hati satu persatu
yang hanya ada satu
kamu perlu aku bantu
karena ternyata selama membantu kamu
adalah cara ibadahku tersendiri
dengan nikmat kebahagiaan tak seterperi
yang tak perlu dihitung dengan jari
ikhlas adalah makna segala kunci
——-
kuusap kursi itu
sungguh bukan cinta lama yang mengembang
melainkan sekedar urusan kemanusiaan
dan lagi-lagi…
ternyata memang nikmat saling membantu
tanpa mempersoalkan cerita pahit masa lalu
khilaf masa lalu
kedunguan masa lalu…
tiba-tiba gencar menyembur dari kursi itu !