Pak Domo Marah !

Suatu saat di tahun ’90 an, Sudomo keluar dari ruang Presiden Soeharto di Gedung Bina Graha.  Lalu memberikan keterangan pers.  Topik soal keamanan. Usai ia berkata-kata, saya, yang berada di tengah para wartawan Istana lain mulai ‘usil’.  Saya tanyakan kepadanya, ” Pak, undian Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB)  tiap minggu disiarkan di televisi. Pak Domo pada kapasitas apa selalu memutar-mutar tabung undian itu?  Sebagai Menko Polkam ‘kan tidak relevan pak?”

Seketika mukanya memerah.  “Anda tidak percaya kepada Menko Polkam ya?”, katanya dengan nada tinggi.  Saya kembali ‘nyodok’ , “Lho kan justru itu pak, hubungannya apa undian SDSB dengan Bapak yang harus selalu berada di sana?”

Teman-teman sesama wartawan saat itu terdiam. Mungkin mereka memang tidak menyangka saya akan melontarkan pertanyaan semacam itu.  Di luar dari masalah keterangan pers yang ia lakukan pula !  Maka ia keluar ruangan tanpa menjawab lagi pertanyaan saya. Marah sekali dia. Sambil melangkah ia mencoba bertanya lagi, “Saudara dari koran mana hah?”  —  “Bukan dari koran pak. Saya dari majalah.  TEMPO kantor saya. Dan ini nama saya, ada di kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara”, ujar saya sekenanya.

Beberapa hari kemudian kami bertemu lagi di Bina Graha.  Saat itu dia sudah tahu siapa saya. “Sini kamu!”, ujarnya.  Saya hampiri dia. “Ayah ibu kamu ternyata teman golf saya di Rawamangun sejak lama ya?”, tanya Sudomo. “Kamu kok jelek, nggak cantik seperti ibu kamu?  Dan karena kamu tanya saya soal SDSB waktu itu, jadi kamu lebih jelek lagi…hahahahaaa!”, katanya lagi dengan tawa lebar berderai-derai.

Itulah Pak Domo. Ia bisa saja menyeramkan bagi banyak orang. Ditanya soal keterlibatannya untuk memutar undian SDSB marahnya meluntap. Tapi setelah itu saya bisa melihatnya tertawa tanpa beban. Usianya yang lanjut di masa pensiunnya, membuat wajahnya tampak semakin segar tanpa kerutan. “Saya rajin menyelam. Saya kan selalu berjiwa muda..”, katanya suatu ketika waktu saya berjumpa dengannya di salah satu restoran. “Marah lagi dong pak…. seperti dulu waktu saya tanya soal SDSB”, kata saya usil.  Ia kembali ngakak tertawa tiada henti. Perutnya yang maju gendut ikut bergerak-gerak.

Ah, lelaki yang memiliki rumah indah mewah di jalan Borobudur kemudian di Pondok Indah itu kini telah tiada. Ia baru saja ‘jalan’  menuju  peristirahatan terakhir.  Berbagai kalangan memenuhi kediamannya. Menengok Pak Domo terbujur……. , untuk esok hari Kamis pagi 19 April dimakamkan di TMP Kalibata. Selamat jalan, Pak Domo !

 

 

7 comments

  1. Linda selalu punya cerita yang segar tentang orang orang hebat yang “pulang’ tanpa maksud menghakimi, dia mampu menguak sisi manusia seseorang tanpa harus dianggap kritikan karena tidak ada nada menghakimi. Menulis terus ya Linda seneng baca tulisan kamu

  2. 6 orang menyukai ini.

    Lie Kwang Yen Dalam lingkaran hitam pun masih terdapat titik putih di dalamnya..
    17 jam yang lalu melalui seluler · Tidak Suka · 2

    Shinta Miranda petrus:~
    15 jam yang lalu · Tidak Suka · 1

    Tole Aribowo iku ono cecak lewat trus nelek pas ditempat yg warna hitam
    11 jam yang lalu · Suka
    Berthy B Rahawarin ‎@ Mas Ari, bahkan Pak Harto, saya ucapkan permohonan kiranya dimaafkan. Bagi orang mati, mereka yg percaya pd hidup kedua dengan pengadilannya, mendapatkan hakim paling adil. Jadi, Mbak Linda tidak ingin mengadili di hari terakhir. karena, tiada gading yg tidak retak. Lie Kwang Yen mengatakannya dengan bagus. Kita serahkan almarhum kedalam pengadilan akhir dan Hakim Paling Agung, kalau ada. 🙂 jangan merniru yg buruk, tiru kalo ada yg baik.
    9 jam yang lalu · Suka

    Irianto Darsono kalo gak ada sudomo reformasi berjalan lebih awal, sudah pada lupa ya
    8 jam yang lalu · Tidak Suka · 1
    Berthy B Rahawarin ‎@ mas Ir: Ntar ada yg nulis: kalo ga ada Soeharto, Reformasi lebih awal juga, gimana donk? Toh, hasil reformasi sekarang apa? Presiden yg sisir rambutnya rapih, dan rakyat dibiarkan menjalani hidupnya sendiri. Jadi, bukan LUPA, tapi LUPAKAN kebodohan yang pernah ADA, dan mari tidak mengolangi yang salah. Itu maksut tulisan Linda Dj.

  3. Wow, tulisan ini begitu singkat. Tapi sangat bermakna, betapa indahnya bisa menorehkan sedikit catatan yang asyik dan menggelitik bersama Almarhum. Semoga beliau diterima disisiNya. amin

  4. Bahkan, saya baru tahu kalo Pak Domo meninggal dari tulisan mbak Linda… dan saya sibuk, menyibukkan diri merapihkan tulisan Pidato almarhum Sjahrir ttg Malari Besok…. Tq Mbak Lin. Catatan singkat, penuh makna…

Comments are closed.