Bertemu BJ Habibie di Gramedia Pondok Indah Mal

Kalau ke PIM (Pondok Indah Mal) , biasanya tujuan  utama saya ada tiga. Pertama makan, kedua ke toko musik, ketiga ke toko buku. Itu sudah menjadi ‘acara ritual’  sejak PIM mulai berdiri belasan tahun silam.

Minggu 30 Desember 2012 kemarin,  kegiatan itu saya ulang kembali. Bersama teman saya, Atie, saya  makan mie tek tek yang lezat, mengobrol  seru dengan tamu meja sebelah yang baru saat itu kenalan, sambil ngemil kerupuk kampung yang rasanya istimewa. Urusan kenyang selesai,  saya menyapa seorang teman,  Pahlevi, fotografer hebat yang sedang mojok duduk bersama keluarganya. “Mau ke Gramedia, Lin?”, tanyanya.   “Iya, tapi mau cari CD baru dulu,” jawab saya. “Lho, jam empat ini kan mulai, pak Habibie ada penandatanganan bukunya di Gramedia”, ujarnya lagi.   Mendengar hal itu, buru-buru saya ajak teman saya untuk segera menuju ke toko buku milik grup Kompas itu.

Di sana saya melihat pengunjung sudah berbaris panjang. Mengular berderet-deret sambil  masing-masing menenteng buku Habibie& Ainun terbitan The  Habibie Center Mandiri yang tebalnya 323 halaman itu.  Hebat sekali. Beberapa di antara para pengantre itu ada kenalan saya.  “Sudah nunggu satu jam lebih lho kami di sini, berdiri dari jam  tiga,” kata salah satu di antaranya.  Saya terkesima.  Hebat ‘si Oom Rudy’  ini. ( Saya memang memanggilnya Oom Rudy sejak dulu ).  Saya cari kursi dan meja yang akan ia lakukan penandatanganan buku. Belum ada orang. Rupanya Habibie memang belum datang.

Saya mencoba menerobos ke arah depan tapi tidak bisa. Lalu saya mundur beberapa tapak sembari memandang dari kejauhan suasana mencengangkan itu. Ternyata  orang-orang ini, yang memang belum sempat memiliki buku kisah cinta  “Habibie & Ainun”,  ada yang sudah menonton filmnya, yang baru tayang tanggal 20 Desember 2012 lalu.  Dorongan mengetahui isi buku menurut beberapa orang adalah karena  setelah menonton film yang sangat menguras air mata itu , membuat makin penasaran.  Saya sendiri, terus terang saja,  menghabiskan sebungkus tisu selama di bioskop, minggu lalu. Haru biru memang, bagi saya yang gampang cengeng ini.

Tiba-tiba dari arah tengah pintu muncul rombongan masuk dengan terburu-buru.  Jam menunjukkan pukul 16.20 sore.  Barisan BJ Habibie datang. Diawali dengan pak Ruby,  staf pribadinya yang sangat setia, berada di barisan paling depan.  Ia menyalami saya dengan hangat.  Lalu  Habibie di belakangnya.  Dia kaget melihat saya. “Oom Rudy… waddduuuuh… hebat sekaliiiii!”, kata saya sambil menyalaminya. Langsung saya dipeluk, pipi kanan kiri saya dicium, sambil ia berkata dengan riang, “Eh Linda, hast du Habibie Ainun gesehen?”  (sudah lihat film Habibie Ainun  – maksudnya ).   “Ya naturlich Oom Rudy…”, jawab saya. ( ya, tentu saja Oom Rudy ).  “Dan saya betul-betul nangis, Oom…., ingat tante Ainun”.  Tangan saya langsung digenggam. Ia tersenyum, mengangguk, dan ada sinar haru terbesit di matanya.  Lalu saya minggir. Ia menuju meja yang sudah disiapkan.  Yang menunggunya sudah semakin banyak, dan antrian hampir mencapai 15 meter panjangnya.

Saya menuju tempat rak-rak buku. Tiba-tiba seorang ibu manis berjilbab menghampiri saya. “Ini ibu Linda kan?”, sapanya.  Saya lalu menyalaminya. “Tadi saya dan anak saya memotret ibu lho dengan pak Habibie…”, katanya lagi, dan membuat saya tercengang.  Barulah saya sadari bahwa saat tadi Habibie mengobrol sebentar dengan saya dan memeluk dengan hangat, banyak mata memandang, bahkan ada  yang syuting filmnya juga.  Pin BB  segera saya berikan kepada si ibu baik hati tadi, agar foto bisa mampir ke tempat saya… hahahhaaa!  Ibu Holi adalah seorang notaris, ditemani oleh Reza pemuda cakep anaknya yang baru lulus menjadi dokter.  Kenalan saya bertambah  lagi hari Minggu yang indah kemarin.  Dan foto saya dengan  Habibie di Gramedia PIM  yang sungguh sangat bermakna bisa saya dapatkan tanda diduga sama sekali.

Kembali saya merenung sepulangnya dari PIM. Semua tak ada yang kebetulan di mata Tuhan. Segalanya sudah diatur, digariskan. Bayangkan, saya semula mau makan bakmie Gajah Mada, tapi entah mengapa saya ajak teman saya makan di tempat mie tek tek saja.  Lalu bertemu sang fotografer di pojok meja restoran yang bercerita akan ada Habibie di Gramedia pukul empat sore.  Dan saya menyaksikan betapa ”Oom Rudy”  masih disayang banyak orang, yang sangat antusias ingin memperoleh tandatangannya, bahkan mengelu-elukannya di toko buku itu.

Dia  dan istrinya adalah sahabat baik puluhan tahun dengan adik kandung  ibu saya, dokter Arlis Sularto Reksoprodjo –   yang namanya disebut di film saat Ainun ‘si gula pasir’ yang  remaja berangkat dewasa menulis surat di awal  adegan. Dan Arlis pulalah yang  setia menunggu Ainun di  Munchen Jerman saat gawat melanda kesehatannya di RS Ludwig Maximilian University.  Itupun tercantum  dalam kisah di film.  Arlis dan suaminya, Prof dr Sularto Reksoprodjo orthoped terkenal (kini sudah almarhum)  memang puluhan tahun bersahabat  dengan  pasangan Habibie Ainun. Selama dulu saya menjadi wartawan pun, Habibie sering saya’acak-acak’  untuk saya minta berbagai keterangan. Mulai ia menjadi Menristek/ Ketua BPPT/ Dirut IPTN maupun sebagai ketua ICMI sampai menjadi wapres bahkan presiden,  Habibie menjadi salah satu sumber utama saya dalam wawancara.

Semoga Habibie tetap kuat, enerjik, tabah, sehat, dan nyaman dalam menjalankan kehidupan selanjutnya.  Ada anak cucu menantu,  berbagai sanak keluarga, kerabat kerja  dan teman-teman yang masih selalu berada di dekatnya…….., dan hasil karya buku serta film Habibie & Ainun tentu  menjadi obat rindunya selalu kepada sang istri yang begitu hebat ia cintai.

 

foto oleh ibu Holi /Reza

 

 

foto oleh ibu Holi / Reza

4 comments

  1. Thanks utk penjelasannya mbak Linda. Kebetulan orang tua saya juga kenal keluarga Pak Habibie dan keluarga Prof Sularto. Tapi setelah nonton filmnya dan baca tulisan mbak Linda ini baru tahu kalau Tante Arlis dan Ibu Ainun almarhumah teman yg dekat sekali dari mulai kuliah sampai saat dirawat. Thanks mbak Linda dan aalam utk Tante Arlis

    1. @ Dicky : Beruntung keluarga kita kenal dengan keluarga pak Habibie. Banyak kekaguman yang bisa menjadi pelajaran, lepas dari pro kontra yang selalu melanda beliau. Senang sekali Anda kenal juga dengan keluarga Prof Sularto. Sampai sekarang tante Lies masih berperhatian besar kepada keluarga Oom Rudy. Itulah persahabatan sejati.

  2. Wow ! Luar biasa mbak ! Saya sejak lama kepingin banget ketemu dgn Pak Habibie. Beliau adalah sosok idola saya waktu kecil dulu. Saat ditanyakan apa cita2 saya, maka saya akan tegas menyatakan “Ingin seperti Pak Habibie!” . Kapan ya bisa ketemu beliau ? 🙂

Comments are closed.