Tahun lalu, persis tanggal 28 Desember, saya posting puisi di blog Kompasiana.com tentang “Rumput di Atas Makam’. Heboh ! Dari 4139 pembaca dan 48 orang yang berkomentar, ada puji dan caci maki dalam komentar yang langsung tertuju kepada saya mapun dalam bentuk pesan pendek SMS.
Puisi itu bahkan tersebar sampai ke media infotainment. Sebagian besar pro atas tulisan saya, sebagian tidak setuju dengan cara tulisan saya, Bahkan, ada sahabat yang saya kira sahabat ‘betulan’, yang ternyata ‘berpura-pura baik’ kepada saya, berpura-pura pula menasihati saya, atas dasar ‘kasih sayang pertemanan’, tetapi tokh menusuk, mengecam saya dari belakang dengan argumentasi yang mengada-ada. Seakan-akan lupa, ini adalah masalah pejabat publik, yang tutur kata dan janjinya sangat dicatat oleh khalayak. Tidak apa-apa. Semua saya terima apa adanya.Toh menjadi hikmah bagi saya, siapa sebenarnya yang menjadi teman saya, siapa yang harus dihindari.
Nurani, hati, mulut sudah tidak tahan untuk menyimpan ‘barang busuk’…, karena saya tidak ingin kebohongan publik berlarut-larut. Lagipula, banyak hal yang sesungguhnya ‘AIB’ yang seolah-olah orang menuduh saya yang melontarkan, adalah cerita yang keluar sendiri dari mulut yang bersangkutan. Saya sekedar menyalin dari apa yang ia tuturkan lewat media dan para wartawan, pekerja infotainment yang saat itu saya anggap ‘masih terbius’ oleh kesucian cerita.
Setahun kini telah berlalu. Bila saya saat itu dikecam oleh yang bersangkutan sebagai srigala berbulu domba, saya hanya berkata kepada Tuhan, tolong perlihatkan siapa srigala berbulu domba yang sesungguhnya…, atas kuasaMU ya Allah…, suatu saat nanti akan terkuak di depan ratusan juta rakyat Indonesia.. dan jangan biarkan kebohongan tertutup berlama-lama. Sebab ada pembodohan berlapis bagi masyarakat selama ini, kebohongan demi kebohongan yang begitu mudah keluar dari mulut .., dan pada akhirnya terjadi pula borok yang menganga tentang pencatutan dana untuk kepentingan pribadi secara kejam dari hasil keringat bersusah payah rakyat. Saya yakini doa saya InsyaAllah didengar.
Kini, setahun telah berlalu. Tuhan Maha Pendengar, Maha Adil, Maha Pembuka Tabir….., atas segala kejadian, dan nilai akurasi, kredibilitas tutur kata yang keluar dari mulutnya…, di dalam ruang persidangan maupun saat menghadapi wartawan, kini saatnya rakyat menjadi saksi dengan utuh menilai….
Rumput di Atas Makam (Untuk Angelina Sondakh yang Ulang Tahun 28 Desember)
rumput hijau melumuri makam,
belum lagi setahun,
yang semula ingin nyebur bersama,
memesan tempat di sebelahnya,
berurai air mata pertanda setia..,
rumput tertawa..
yang jauh di dalam rumput juga tertawa…
benarlah… apa bicara tukang foto copy
lebay..lebay… bosan lihat impotemen,
bentar lagi sudah punya pacar baru,
kalau perlu kawin cepat….
rumput kembali tertawa…
apakah omongan usil tukang fotocopy
akhirnya akan menjadi nyata…?
hijaunya rumput terhampar sentosa…
karena sang rumput amat mengetahui,
yang Maha Pembuka Tabir Pendustaan
sepenuhnya hak Yang Maha Mulia dan Punya Kuasa
rumput…rumput…hijaulah senantiasa…..
hijau di pemakaman sambil senyum di kulum sebagai pertanda…
bahwa segala yang berlebihan,
Tuhan tak akan suka……
mbak linda….
sebelum adjie nikah dgn angiepun..
sudah saya baca di infotaimen ber-kali2 putus sambung dari wawancara dia sendiri.
waktu itu saya merasa koq ini cewek sok tinggi,sok hebat segala2nya…
yg akhirnya pindah agama diem2 mungkin gengsi kali ya.
tapi itu kan sebatas akting dalam “drama keluarga”
lah ternyata majunya cepat ya,aktingnya sudah merambah “dunia politik” dan…….
tersandung.
tak sabar saya menunggu tgl 10 utk melihat hasil karya n akting AS sewaktu hakim membaca putusan.
jurus baru atau yg itu2 lagi ya????????
tahun lalu saya memang baca puisi ibu yang heboh itu tp sy tidak tulis koment.hanya saja sy bandingkan isi puisi ibu dengan karakter AS yg saya liat ternyata saya setuju dgn puisi ibu, skrng sy coba koment ya bu ini dari kaca mata saya…orng-2 yang tidak setuju dgn puisi ibu adalah orng-2 yg tidak bisa memisahkan ibu antara saudara dari Adjie dgn ibu sebagai seorang penulis, karena mereka lebih melihat ibu sebagai seorang saudara Adjie dan mengesampingkan pribadi lain dari ibu yaitu seorang penulis sehingga timbullah anggapan negatif bagi seorang Linda Djalil..tapi kalo pendapat saya : misalnya saya “tukaran nasib” dgn ibu ya,saya jd Linda Djalil dan ibu jd saya (Nenna), berarti saya bukan saudaranya Adjie kan, kalopun bukan Linda Djalil yang asli yang menulis puisi itu, pasti saya Linda Djalil yang aspal yang akan membuat puisi yang maknanya mirip dengan Puisi Rumput Diatas Makam tersebut..jd artinya terlepas dari hubungan persaudaraan dgn Adjie Linda Djalil membuat puisi tersebut dalam kapasitasnya sebagai seorang penulis..
Apakah benar karakter bangsa kita adl MUNAFIK? Kalau saya nonton film bule koq saya senang ya melihat cara mrk berkomunikasi, mbak Linda, karena mereka ngomong terus terang dan jauh dari sikap pura2. Mungkin itu sebabnya mereka jauh lebih maju dari kita..