Salahkah seorang pimpinan Jakarta yang bernama Joko Widodo ( Jokowi ) ingin menyenangkan hati rakyatnya? Ia tentu berpikir tidak semua lapisan masyarakat bisa menikmati band-band terkenal, musik panggung secara gratis, karena biasanya hanyalah dipertontonkan dari layar kaca maupun di gedung-gedung yang bertiket mahal dan tak terjangkau oleh masyarakat kelas bawah. Maka diselenggarakanlah pesta rakyat dengan meriah, sehingga rakyat menjadi sumringah dan berbinar….
Sudah banyak penderitaan, kerja keras, kemiskinan yang melingkari kehidupan banyak orang. Sesekali sangat tak ada salahnya mereka memperoleh hiburan gratis bersukaria, bukan? Lalu, apakah kita bisa memastikan dengan kemeriahan yang dinikmati, berarti keimanan mereka berkurang? Usai berpesta di jalan raya, apakah kita tahu pasti bahwa mereka TIDAK bersujud, beribadah, mensyukuri nikmat dan berserah diri kepada Sang Rabb..??
Tidak sedikitpun dalam perayaan meriah ini menyodorkan tarian bugil telanjang atau pesta narkoba bahkan kegiatan super maksiat lain, bukan? Lalu, mengapa ada pihak-pihak tertentu sampai hati menuduh bahwa pesta rakyat itu adalah maksiat sehingga setelah itu datanglah banjir?? Apa ukuran kemaksiatan itu? Tidakkah kita bisa mencermati, betapa tukang-tukang dagangan makanan murah meriah senang sekali memperoleh hasil tambahan, tukang ojek lembur untuk kocek yang lebih banyak dari biasanya, teknisi kabel, tukang lampu panggung yang mendapat uang ekstra, sampai tukang sampah para pemulung mengantongi ‘harta’ banyak sekali saat pesta usai? Lalu, tidakkah para seniman, pemusik Indonesia yang sudah manggung tidak bisa dihargai sedikitpun? Mereka menjadi terkenal karena kerja keras dan berlatih sungguh-sungguh…, bukan proses instan jatuh dari langit begitu saja, bukan? Keberhasilan itulah yang sempat disaksikan oleh rakyat, dan bisa saja para pemuda/i termotivasi atas pemanggungan itu, ingin berkesenian secara serius untuk meraih sukses.
Sayang sekali, kadang yang tertutup secara fisik sebagai sarana menunjukkan kealiman dan dalamnya keimanan seseorang, diikuti dengan hati yang tertutup, wawasan yang tertutup, mata dan telinga yang tertutup, serta cinta damai yang juga tertutup…….
Apa yang telah dilakukan gubernur yang bersahaja dan kerja keras buat umatnya, benar2 acungan jempol…..kemeriahan kemaren itu memang pernah terjadi 40 tahun lalu zaman Ali Sadikin jadi hanya 2 gubernur yang paling berkesan dihati masyarakat Jakarta yaitu
Ali Sadikin dan Jokowi…semoga Allah menurunkan manusia2 seperti mereka, rendah diri dan berguna bagi orang banyak amin
hari gini ko masih aja ada orang yg bodoh pola berfikirnya? kasian sekali kalau sampai benar ada orang yg picik seperti itu, kita harusnya mengasihani dia orang yg tidak tau arti sebenarnya berbagi dengan kasih dan biasanya orag seperti itu hanya pintar diteori tanpa tau prakteknya… semoga saja dia yg picik bisa lebih mengakaji apa artinya kasih daripada ngocol dengan teori bullshit…maksiat itu ada dalam diri kita sendiri bukan dari orang lain.. hehehehe
Biasa mbak dari dulu selalu aja ada orang yang sirik. Bahkan Nabi sendiri juga banyak musuhnya, ada yang sirik juga. Namanya manusia. Yang penting jalan terus ( dalam kebaikan ) biarkan anjing menggonggong, lama-lama capek sendiri, terus diem..
Padahal hujan pada hakikatnya adalah RahmatNya, hanya orang-orang yang tidak bisa mensyukuri NikmatNya yang menganggap sebagai azab dan bencana..bukankah Tuhan itu Maha Pengasih lagi maha penyayang…
Yang bilang Jokowi = Maksiat sepertinya merasa dirinya bukan manusia lagi, tapi sudah menyamai Malaikat karena dirinya sebegitu suci dan bersih tanpa dosa! Kita do’akan saja semoga Jokowi diberi kekuatan dan tuntunan oleh Allah SWT untuk terus melakukan tugasnya sebagai Gubernur sambil memberi contoh kepada seluruh aparat pemerintahan negeri ini.
Hmmm…. Kesel, tapi lucu juga saudara kita yang lain ini yah, Mbak Lin. Wkwkwk… Mantapzzz.. Mbak Lin.
Sudah biasa lah Linda, orang orang yang selalu melihat sisi negatif dari tindakan orang lain sesungguhnya telah menunjukkan siapa dirinya sendiri