dedaunan di pucuk pohon tertawa
ia adalah saksi
nontoni drama negeri
berhari-hari…
menahun
entah hingga kapan
banjir !
air bah melimpah
asinnya air laut pun makin terasa
meluap seru
kali beraroma congor binatang
menyerbu rumah mewah
hingga milik kaum hina papa
banjir !
banjir buku !
menampilkan keangkuhan lewat buku
pada waktu yang tak tepat
sebab di seluruh rongga dada
bermukim banjir congkak
menutupi skala prioritas
mana kelakuan yang pantas
mana yang menyakitkan khalayak
banjir !
dedaunan di pucuk pohon kembali menyaksikan
banjir duit !
maling tak mengaku maling
sekelompok makhluk dari seragam yang berwarna sama
berjamaah mengeruk harta
yang tak bukan haknya
si kepala seragam pun
masih bisa tertawa
seakan tak terjadi apa-apa
itulah banjir tak tahu malu
tengah melanda negara
banjir !
banjir sumpah palsu
banjir dusta
dari hal sepele
soal usia kamera
hingga bank yang dikuras dananya
meluncur berbusa keluar dari mulut
para pendusta
banjir !
banjir air mata
tatkala menjual citra
bencana di mana-mana
terkuraslah air mata
pedih nestapa
sebagai pertanda
ikut prihatin sebesar-besarnya
namun saat tahu tak ada lagi jalan ke puncak
air mata tak muncul pula…
meninjau bencana nanti-nanti saja…
yang ada banjir air mata
urusan anak karena dianggap terhina
tersedu-sedu seakan dunia runtuh bukan miliknya..
duh…
dedaunan di pucuk pohon tak sanggup senyum lagi
kini air mata murni mengalir deras
menatap para wanita
berkerudung di kepala
menggarong dana rakyat dengan rakusnya…
sembari tertawa-tawa
bila menuju ruang depan kantor pemeriksa….
itulah banjir moral kosong
banjir seada-adanya…
bini kedua ketiga keempat bergilir muncul
bini pertama menutup mata…
banjir rasa tak tahu malu
khusus berbulu mata palsu
ceplokan pipi merah di pipi
alis tebal terlukis..
hanya untuk ditangkap puluhan kamera..
uuuups, kamera… bukan tustel ya namanya…
banjiiiiiiiiiirrrrr…….. !!
betul-betul bau anyir
seanyir-anyirnya….
Top markotop. tulisan yg pas ttg carut marut negeri antah berantah. Keep on writing mbal Linda !!