Oh Indonesia, Oh Tabung Gas !

Kemarin saya berada di pasar becek kawasan Bekasi. Warteg di sebelah tempat saya belanja sayur mayur dipenuhi oleh pedagang, kuli panggul dan tukang ojek. Beberapa diantaranya menghadap sepiring nasi dengan sayuran dan kuah sayur yg bergelimang seru. Saya perhatikan mereka membayar dengan dua lembar uang Rp 2 ribuan. Jadi sepiring nasi sayur itu masih bisa dihargakan Rp 4 ribu oleh si pemilik warteg. Lalu si mbakyu penjual bilang begini, “Hari ini terakhir ya harga segini. Aku udah nggak sanggup. Besok naik!”. Mereka, rakyat jelata itu tersenyum kecut. Lalu saya tanya, “Memangnya besok berapa mbak harga nasi sayur seperti ini?” “Ya antara tujuh ribu delapan ribuan lha mbak! Gas ‘kan naik kayak kesetanan…, yg naikin harga gas juga memang setan !! Sialan !!” , ujarnya dengan nada amarah.

Saya tercenung. Perih rasanya. Betapa jutaan manusia tentu menangis, memaki, menyumpahi para pengambil keputusan ‘yang super bijak’ itu. Seketika ingatan saya melayang, kepada ‘dinasti’ yg sejak dulu konon menurut cerita menguasai perdagangan gas yang bekerjasama dengan Pertamina. Andaikan berita itu benar, tak heran hingga tujuhpuluh turunanpun mereka tampaknya tak akan menjadi manusia miskin. Bertabur harta, kemewahan, serta bisnis raksasa yang kian merambah ke mana-mana. Saya memang cengeng. Mengingat itu semua, sembari memandangi dua tabung gas Elpiji saya yang masih melompong belum sempat mengisi yang baru sebelum tahun baru, air mata saya mengucur deras. Kasihan rakyat…. kasihan juga diri saya sendiri… harus dengan pengiritan apa lagi dan di bagian mana yang bisa saya lakukan untuk mengatur anggaran rumah tangga saya…??

Bila saya tampak bersenang-senang terlihat di antara teman-teman di beberapa acara bahkan di layar facebook ini, bukanlah berarti pikiran saya tidak mumet. Bukan berarti pula hidup saya bekelebihan. Justru di tempat-tempat itulah saya mencari peluang kerja. Yang mashlahat. Yang barokah di mata Allah. Saya tersenyum kecut. Kecut sekali. Bersyukurlah orang-orang yang kenyamanan hidupnya masih tak terpengaruh pada kenaikan harga yang ditetapkan negeri ini secara semena-mena. Tuhan memang memberikan rizki yang berbeda-beda, sesuai denga porsi yang dikehendakiNYA….., tinggal kita menyikapinya dengan hati yang luas, sabar, dan tetap gigih.
Salam selalu,

4 comments

  1. I think (sorry if I’m wrong) “Governments today must understand if subsidies are reduced or eliminated their need to increase the the living standard of its people”

    Government Task upcoming “How to increase the the living standards of its people, so that when subsidies are reduced or eliminated is not a problem for them”

    Example 1. Natural sources are abundant in Indonesia, but controlled by a handful of people (raise taxes)

    2. Increase foreign tourists

  2. Pengambil KEBIJAKAN ini semua, maaf, BEJAT MORAL-nya…. BBM naik, GAS naik, KURS Rupiah TERPURUK… mereka mencari dan MENCURI untung dari semua kebijakan BAR-BAR…. GAK BECUS… KALIMAT mbak Lin ini, meakili Saya dan RAKYAT BANYAK: “…..air mata saya mengucur deras. Kasihan rakyat…. kasihan juga diri saya sendiri… harus dengan pengiritan apa lagi dan di bagian mana yang bisa saya lakukan untuk mengatur anggaran rumah tangga saya…??”

  3. Government rising gas prices, ORDINARY PEOPLE only know that the current government is not pro-people. If the government’s pro-people he would:
    1. save budget
    2. eradicate corruption

Comments are closed.