Sekedar Renungan :
Saya bandingkan si A anak orang berada sejak dulu dan si B yang juga sudah hidup senang berkecukupan sejak masa kecilnya. Yang satu, apapun juga sudah bertahun-tahun menguasai hutan, lumpur, sawah, medan yang mengerikan, bergaul bersama anak petani miskin, anak buruh kasar dan rakyat jelata lainnya. Ia merasakan makan di piring kaleng gelas plastik di tengah terik matahari dan guyuran hujan. Ia kenyang merasakan hidup jumpalitan dan amat berbeda dengan segala kenyamanan yang biasanya ia peroleh di rumah bersama orang tuanya.
Anak yang satu lagi, adalah anak orang senang, dari keluarga terpelajar, ia menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar dengan tekun, gigih dan tertata. Tak ada dalam hidupnya menginjak beceknya tanah, guyuran kemiskinan teman-teman seperjuangannya, tak pernah paham seperti apa lumpur coklat yang melekat di bawang merah sebelum masuk ke pasar tradisional. Tak tahu pula kol buntet hingga kumis jagung yang harus dibersihkan sebelum dijual di pasaran. Tak tahu baju beraroma tak sedap akibat keringat berhari-hari melekat di tubuh. Paling banter ia ikut-ikutan menjadi pekerja di restoran tempatnya merantau, di tengah kiriman uang yang tetap teratur dari tanah air.
Lalu, tiba-tiba bagai membalik telapak tangan, keduanya kini berkata yang sama ; merakyat, mengikuti penderitaan dan kesulitan hidup orang lain, paham pasar becek, serta menguasai dan prihatin atas melambungnya harga kebutuhan bahan pokok yang menjadi andalan perut semua orang dan bikin susah rakyat jelata.
Lalu lagi, mana yang bisa kita percaya dari keduanya? Yang dadakan merakyat, atau yang memang sudah pernah sehari-hari merakyat dengan jatuh bangun dan berkubang penuh gemblengan segala aturan disiplin ketat bersama kaum melarat?
Saya rasa kita semua memiliki kejelian dan kecerdasan yang sama untuk menjawab yang sama….
Sebab pilihan bukan jatuh pada tampak luar dengan tampilan fisik dandanan necis, santun dan ‘anak manis’….., sebab keledai pun tak sudi terjungkir berkali-kali !
Salam,
april nanti lagi2 rakyat direpoti
disuruh mikir
disuruh milih orang yang sama ga kita kenal
di suruh nyoblos gambar orang yang kita tidak pernah tahu dia itu malaekat ataupun setan
yang disaku bajunya ada emas atau tai
Itu poin penting, Mbak Lin. Memang, Ignas Kleden atau Thamrin Tomagola, dua sosiolog yg sering memberi sindiran pada para ELITIS yg pada saat kampanye INGIN TAMPAK populis dan ‘kerakyatan’, namun sesungguhnya TIDAK punya SENSE OF BEING PART of PEOPLE MISERY…. (aku share nanti, Mbak. You touch the point).