Dialog Imajiner Tuan Presiden dengan Cermin …

Presiden  : Cermin..cermin di dinding,  siapakah orang terhebat di negeri ini?

Cermin     :  Ya engkaulah Presiden, sebab engkau memang sudah didudukkan sebagai manusia terhormat secara legitemasi di negeri ini.

Presiden  :  Waaah… terima kasih cermin. Kalau begitu, orang-orang memang menghormati saya sebagai orang nomor satu di negeri ini kan?

Cermin    : Bisa iya, bisa juga tidak…

Presiden  :  Lho? Kok begitu?

Cermin    :  Kau pikir, kau dihormati di luar kertas tertulis akan sama dengan di atas kertas? Ohooo… jangan bermimpi, tuan Presiden

Presiden  : Maksud lo..??

Cermin    : He, maksud gue…eh, tidak apa-apa ya kalau saya menyebut diri saya ‘gue’, kan tadi Anda juga menyebut diri saya ‘elo’….. kita harus setara dong, dan sama derajat.  Begini ya, apa yang terucap nyelonong dari mulutmu sering tidak sama seperti yang tergerak dalam perbuatan dan sikapmu.  Bagaimana rakyat tidak mual?

Presiden  : Jangan sembarangan ya cermin. Saya Presiden. Saya tidak bisa disebut seenaknya olehmu seperti tadi itu.

Cermin    : Lha, ini mau jawaban sebenarnya atau jawaban penjilat?  Silakan pilih…

Presiden  :  Ya, lanjut deh… lanjutken…lanjutken…

Cermin    :  Engkau harusnya meletakkan saya sebagai cermin, betul-betul berhadapan di depan jidatmu, tuan Presiden.  Ngaca dong…ngaca..!  Kau katakan ada perampokan besar di negerimu.  Hayo, silakan ngaca….ngacaaaaa….!  Siapa yang merampok, tuan?  Siapa?

Presiden  : Ya orang-orang itulah…

Cermin    : Orang-orang siapa, hah?  Orang-orang yang hidup di bawah ketiakmu yang kadang bau terasi itu?  Yang sesungguhnya kau anjurkan untuk memperoleh uang sebanyak mungkin?  Paling tidak, orang-orangmu yang jadi maling durjana dan kau diamkan saja itu?  Tuan Presiden dikasih akal oleh Tuhan, pakailah akal itu. Jangan pura-pura gebleg ..nanti dikasih bodoh dan gebleg sungguhan lho oleh Tuhan,,,

Presiden   : Tapi….. tapi…

Cermin   :  Tapi apa?  Makanya kalau mau bicara, berkaca dulu. Apa gunanya cermin yang tiap hari kau hadapi setiap pagi selagi menggosok gigi setelah be’olmu keluar?  Apa gunanya cermin yang membuat tampilan rambutmu terlihat rapi atau acak-acakan?  Apa gunanya juga kau selalu bercermin sembari bergaya menggerak-gerakkan telapak tanganmu ke kiri dan ke kanan?  Jangan hanya memakai cermin untuk mematut baju batikmu yang keren saja, tapi cerminkanlah mulutmu, hatimu, isi kepalamu….

Presiden   : Wah, kamu makin keterlaluan ya cermin…. sakit sekali hati saya mendengar celotehanmu. Terlebih dari kekinya aku tiap hari diejek, dimaki-maki rakyat di warung kopi, bahkan jenderal pensiunan sudah kurang ajar pula mencela kinerja saya….

Cermin   :  Naah, itulah !  Kenapa sampai kumpulan jenderal nyerocos begitu? Kenapa pula para cendekiawan agama, pemuka agama berkumpul berdoa di depan rumah putihmu?  Berkacalah tuan Presiden ! Semua menandakan ketidakpuasan mereka terhadap sikapmu selama ini.  Mulutmu, sebagai seorang lelaki yang kata sebagian ibu-ibu yang memilihmu waktu Pemilu itu ‘karena gantengnya maka kami pilih dia’,  adalah mulut yang tidak bisa dipegang. Kadang nyerocos tanpa akal sehat. Lha sudah tahu ada rampok, dan akhir-akhir ini sebagian adalah dari kubumu…., mengapa pula tidak kau tindak?  Yang baru diduga-duga mafia tanah padahal cerita sudah kadaluwarsa saja  dan belum tentu terbukti kebenarannya, kau copot nyawanya dalam kementrian sampai orang itu pingsan! Lha yang sudah nyata-nyata kasus korupsi sampai ke arah meja hijau, malah diselamatkan di kursi empuk instansi keren terus menerus.  Tuan Presiden sudah tidak waras…

Presiden   : Hah? Tidak waras?  Kurang ajar lagi kamu ya!

Cermin     : Iya la yaaa…., kalau waras,  kau seharusnya sebagai prajurit sejati bisa menentukan sikap tegas di kala situasi nyaman apalagi dalam keadaan darurat. Jangan malah jadi pengecut…

Presiden  : Pengecut bagaimana?

Cermin     : Seberapa besar si kekuatan orang-orang berambut keriting di negeri seberang itu yang mengancammu waktu yang lalu itu?  Engkau bubar terbirit-birit tak jadi masuk ke dalam pesawat. Apalagi sampai ke tempat tujuan.  Pimpinan macam apa kau itu?  Belum lagi kemarin gara-gara bapak tua nyelonong naik sepeda butut di acaramu yang megah itu, kau pontang-panting pula pulang….idiiiiiiih…. malunyaaaaa….! Harusnya kau menyadari, peristiwa lelaki tua bersepeda itu sesungguhnya hanyalah diatur oleh Tuhan… agar diperlihatkan asli-aslinya kau, sebagai seorang Presiden… sejauh mana nyalimu di depan rakyatmu, di depan tamu-tamu asingmu….

Presiden   : Lalu saya harus bagaimana?

Cermin      :  Terserah! Engkau boleh memecahkan cermin si lancang ini. Kau boleh juga bersujud di sejadahmu untuk minta petunjuk Tuhan… ingat, petunjuk Tuhan, bukan dukun!! Lalu, kau bercerminlah berlama-lama…. barangkali saja sebuah cermin bisa merefleksikan rongga dada dan tulang belulangmu yang terbungkus kulit secara rinci dan seksama. Hati terdalammu…isi otakmu…nawaitumu…. kejujuranmu…. tipu muslihatmu…pencitraanmu…,  isi kocekmu…semua…semua…..

Presiden   : Bangsat kau, cermin !!  Kupecahkan kamu ya!  Ngono yo ojo ngono!  Tega-teganya kamu bicara begitu kepada saya, hah..?!

Cermin    :  He, mau memecahkan saya? Monggo… silakan saja. Tapi ingat, tidak ada cermin lain yang mampu menyorot isi jeroanmu sembari menampilkan gayamu berlatih tiap pagi, senyum-senyum sendiri sembari memasang dasi, berlatih pidato,  menyisir rambutmu,  menggoyang-goyangkan kedua telapak tanganmu untuk kelak dilihat orang banyak lewat layar kaca…ohoooooo…… monggo…. pecahkan saja saya…..

Presiden : Tidak jadi ! Biarlah kamu tetap di situ. Sekarang saya memang marah besar kepadamu. Tapi mungkin besok-besok, kalau hantu blau sudah menyingkir dari diriku,  bisa dipertimbangkan lagi bahwa semua ocehanmu adalah benar belaka.  Tapi ingat…. tidak sekarang ini…. sebab duniawi yang menggairahkan masih berada di depan hidung dan jidat saya…

Cermin   : Ya sutralah….suka-sukamu….. ! Oya, hanya satu pesan saya, rajin-rajinlah menyimak berita tentang Sadam Husein, tentang Ghadaffi, tentang Nixon,  tentang Mubaraq….tentang Marcos..,  tentang Aroyo..,  dan.., resapilah …!!

Google+ allows for longer conversations, which sometimes lead to setting up supplementary info a hangout for face-to-face help with writing conversations.

One comment

Comments are closed.