Pekan lalu, pagi hari 6 Desember 2011, suasana Menado (baca : Minahasa) merebak ke pelosok kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Depok. Suasana meriah penuh gelak tawa, tepuk riuh dan mata berbinar kagum ke arah panggung. Budaya Minahasa kali ini memperoleh giliran ‘bertandang’ ke Depok dengan leluasa!
Dies Natalis FIB UI yang ke 71 kali ini memang memberikan giliran bagi kawasan Minahasa untuk berkiprah memamerkan kebolehannya. Tidak tanggung-tanggung, atas prakarsa Brigjen Polisi Benny Mamoto direktur BNN (Badan Narkotika Nasional) sebagai Ketua Umum Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara dan Bambang Wibawarta Dekan FIB UI, seputar 150 orang diboyong dari Minahasa. Siapa saja mereka?
Campuran siswa SD, SMP dan SMA Batu sebanyak 26 orang plus satu konduktor bermain musik meniup kerang dengan unik, tergabung dalam dalam rombongan musik Bia. Mereka sempat memegang rekor dunia Guiness World Record. Tiupan nada yang muncul dari kerang membuat penonton terpaku.
Dalam acara ini, dekan FIB juga memperoleh penghormatan baju kebesaran tonas Kawanua dari para pemuka adat, melalui upacara Twa’ang sebagai simbol pengikat FIB UI menjadi bagian dari keluarga Minahasa. Sang dekan, semula agak tegang saat dibusanakan pakaian kebesaran yang kiri kanannya dikawal oleh ‘prajurit’ Menado berseragam tradisional. Mencairkan suasana, Bambang berucap di panggung, “Wah, kalau prajurit seperti ini menjaga rumah saya tiap hari, aman dong saya!” Maka gelak tawa pun merebak di ruang yang penuh itu.
Dalam sambutannya, Bambang mengatakan bahwa budaya bisa menjadi pengikat rasa kebangsaan Indonesia. Semua bisa mencakup banyak hal, misalnya kepentingan diplomasi, kepentingan ekonomi dan persaudaraan yang kental. “FIB memiliki komitmen dapat melangsungkan kontribusi menjawab tantangan ke depan,” katanya.
Suasana yang serba Menado ini sesungguhnya sudah diawali dengan barisan para pemuka adat yang menggiring para guru besar FIB, dekan, Benny Mamoto, Duta Besar Indonesia untuk Bulgaria, mulai dari selasar hingga ke Auditorium Gedung 9 FIB UI. Barisan Kabasaran adalah pasukan adat Minahasa berkumpul berbaris dalam bentuk upacara ritual.
Pengunjung acara Dies Natalis FIB yang lebih dari 200 orang (di antaranya ada Sally Darmin Nasution, istri Gubernur Bank Indonesia, Ati Arifin Siregar istri mantan menteri/ duta besar Arifin Siregar, Meutia Hatta mantan menteri yang masih mengajar di UI, juga Halida Hatta) disuguhi tari Maengket oleh pemuda pemudi Minahasa. Kombinasi baju penari berwarna mahrun kuning menyala begitu indah, dihiasi gambar burung Manguni (burung hantu dalam bentuk yang lebih kecil) sebagai lambang Minahasa serasa mendominir suasana panggung. Di antara penari yang gagah dan serba cantik itu, terdapat eks mantan putri Minahasa beberapa tahun lalu. Selebihnya mereka adalah finalis putra putri Minahasa. Pantas saja, keren gagah dan cantik-cantik!
Tarian Maengket menurut salah satu pemuka adat yang juga ahli pembuat kamus, terdiri dari tiga babak, yaitu rasa bersyukur, peresmian rumah baru dan tarian muda-mudi. Gerakan dan makna yang sarat dengan urusan moral ini begitu bermakna bagi yang menyerapinya. Menurut pemuka adat. “Ini urusan sopan santun, ketuhanan yang erat, juga ada pesan bahwa jangan mudah bersumpah agar tak termakan sumpah”
Batik Menado pun tak mau ketinggalan untuk dipamerkan. Bersama perancang mode terkenal Thomas Sigar, para peragawan peragawati Minahasa memamerkan batik bertenun khas Minahasa Pinawetengan . Indah sekali! Banyak pengunjung yang baru menyadari, bahwa Menado pun memiliki batik sekaligus tenunan kainnya yang indah.
Menyanyi sudah, (bahkan Paduan Suara FIB UI turut memeriahkan pesta Minahasa ini), peragaan busana dengan khas batik Menado sudah, kini musik bambu diperdengarkan, Kolintang Kawanua Jakarta.Puncak acara ini benar-benar membuat penonton terkesima. Tak heran para pemain musik berbahan tradisional ini mampu mencengangkan pemusik legendaris Jepang Kitaro saat tahun lalu mampir ke Indonesia. Dari lagu Lapaloma sampai Bohemian Rapshody dan lagu klasik Turkish Mars bahkan lagu yang sedang ngetop dinyanyikan oleh penyanyi Ayu Ting Ting ini, dimainkan oleh grup ini di bawah kendali melodi Ferdinand Soputan. “Dasar saya memang piano klasik”, ujarnya. Kolintang ini dipimpin langsung oleh Iyarita Mawardi Mamoto istri Benny Mamoto, yang sudah berhasil memberangkatkan mereka ke berbagai negara.
Dies Natalis yang sungguh berkesan, sekaligus menyadarkan kita betapa super kayanya budaya Nusantara. Sebegitu banyak elemen masing-masing seni dari satu daerah yang sama, mulai dari seni suaranya, lagu-lagu bermakna filosofi tinggi, tarian yang bersumber dari sari kehidupan, sampai buah tangan busana dengan segala guratan batik dan tenun, serta kelincahan tangan manusia ‘menyetir’ gepokan bambu yang menciptakan nada-nada.
Fakultas Ilmu Budaya UI punya missi terbentang ke depan. Benny Mamoto dengan YISBSU nya ( Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara) tetap akan menjalin kerjasama, dalam segala bentuk termasuk pembuatan kamus Minahasa dari berbagai kekhasan daerah masing-masing. Masyarakat adat, ahli kamus sebanyak 20 orang yang terdiri dari guru, pendeta, pengusaha Sulawesi Utara pun dengan baju adat mereka, begitu bersemangat hadir.”Kami datang jauh-jauh dari kampung. Ada yang belum pernah menginjak Jakarta. Kami merasa dihormati sekali diundang oleh FIB ini,” ujar Pekan Surya, kelahiran Malang.
Tak hanya pertunjukan di atas panggung, ada pula sebelumnya bedah buku trilogi Minahasa hasil karya Ben Palar. Di buku itu terungkap betapa besarnya peran masyarakat Minahasa mengantar Indonesia merdeka. Selain menyelesaikan kamus lain, telah terwujud Kamus Bahasa Tontembuan, yang kelak akan disambung dengan kamus-kamus berikutnya. “Ada sembilan bahasa di Minahasa”, ujar seorang ahli kamus.
Selain itu, dalam bagian Dies Natalis ini telah terbit pula buku “Ilmu Pengetahuan Budaya dan Tanggung Jawabnya: Analekta Pemikiran Guru Besar FIB UI “. Menurut Prof Dr Riris K Toha Sarumpaet sebagai Ketua Dewan Guru Besar FIB UI yang mengedit buku ini, rangkuman buku sungguh bermakna karena bisa diketahui berbagai tulisan sederhana tentang ‘apa itu ilmu budaya’, cirinya, cara kerjanya, kinerjanya, tentang sastra, persoalan makna, naskah, maupun etika. “Agar si pembaca makin mengenal, apa saja yang dikerjakan FIB UI, penelitian yang berlangsung dan yang akan datang”, kata Riris.
Selain seni budaya tumpah meruah di FIB, musik berlanjut di selasar depan gedung sampai menjelang sore! Berbagai penganan khas Menado bertebaran di sana-sini. Warga Jakarta asal Menado pun banyak menjadi tamu pada Sabtu siang itu. Meriah sekali. Inilh manusia Indonesia yang berbudaya. Bergabung antar suku bangsa, saling mengagumi dan menghargai keindahan dan keahlian masing-masing.
Seorang wanita Menado berusia lanjut, memakai jas putih, yang disebut tante Vin, sengaja pula datang ke FIB. Setiap lagu dan dentingan kolintang berbunyi, tante Vin berjoget dari kursinya tanpa malu-malu. Tampak girang di wajahnya tiada henti sampai pesta usai.
Saya pun, tak segan-segan masuk ke atas panggung begitu pesta usai. Saya terkesan dengan rumah Menado sebagai penghias panggung. Betapa rumah kayu itu begitu bersahaja namun indah. Begitu saya raba, waaah… ternyata terbuat dari potongan-potongan busa. Hebat sekali yang membuatnya. Senyum mengembang, bangga pada almamater saya, FIB UI, yang begitu gencar membahanakan budaya Indonesia dari segala pelosok daerah Nusantara. Saya menaruh hormat kepada Dekan FIB beserta jajarannya yang tiada habis-habisnya menciptakan berbagai acara kebudayaan yang amat inovatif – tentu dengan tujuan terpusat pada satu hal : Mencintai Indonesia dengan segala aneka ragam kekayaannya di bidang seni sastra dan budaya!!