bagaimana mungkin
perempuan cantik itu
dengan tubuh semampai
bersuara lembut
bersikap bijak
ilmu yang segudang
tak juga berjodoh
perempuan cantik itu
kusebut dirinya ibu
tatkala aku lari
menumpahkan dukaku
gamang hidup pertanda kecewa
dialah memompa semangat jiwa
meniupkan udara embun segar
yang tak tergantikan
air mata bergelimpangan
tak kuasa saat aku bercerita
ibu itu terdiam
menyediakan tempat orang menumpahkan duka
setelah itu barulah ia berbicara
bagai mencabut benang kusut
satu persatu diteliti sampai terurai
seakan tak percaya menggali nasihat
hingga akhirnya aku pulang..
menggali esok hari
bekal darinya yang kukenakan puluhan tahun kemudian
dengan ringan segala-galanya
mungkin Tuhan memang telah mengaturnya
karena belum ada pasangan sepadan baginya
meski cantik pandai disayang banyak lapisan
ia tetap setia pada profesinya…
menikmati kesendirian dalam luasnya bahagia
dapatkah Tuhan memberikan muzizatNYA
mennyempatkan dia mengenyam kesembuhan
renta digelut usia
waktu berjalan bagai roda sepeda balap
begitu cepat…
anak didiknya tak terhitung lagi jumlahnya
namun bolehlah aku bangga…
si cantik itu pernah menjadi murid kakek aku
serius cerdas membanggakan
selain itu bebaslah ia bercengkerama
apa adanya..
hingga kini terbaring sakit
tiada daya..
lagi-lagi berharap muzizat Tuhanlah yang punya kuasa…
hilangkan rasa sakitnya
aku tak akan lari lagi ke ibu itu….
sebab semua bekal sudah cukup…
seseorang yang ada, bukan anonim, penuh kekayaan pengetahuan. hidup hanya berteman kekayaan ilmu dan murid… Kebajikan adalah ‘suaminya’, karena kesetiaan telah menjadikan dia ‘isteri’ dari keabadian, mbak Lin.