Nasdem : dari Ormas ke Partai

Membaca hengkangnya Hary Tanu dari  partai NASDEM, saya jadi teringat yg pernah saya tulis bulan Juli 2011 lalu —- >>>>>>>

“Janji Palsu Surya Paloh Membuat Berang Sultan dan Sudrajat?”

Seru! Begitu Ormas Nasdem (Nasional Demokrat) mendaftar ke partai politik akhir bulan lalu, para penghuninya yang terdiri dari orang-orang yang berada di berbagai partai lainpun tercengang dan suasana menjadi memanas. Bagaimana mungkin secara logika hal itu bisa diterima mereka begitu saja? Ormas ya ormas. Siapapun dari partai mana-mana sah-sah saja untuk turut serta. Bila berubah baju menjadi partai, siapa yang diharapkan sang pemimpin Nasdem Surya Paloh, yang akan memenuhi orang-orang di partai itu kelak? Para anggota ormas itu lagikah? “Yang benar saja dong!”, ujar Sudrajat, mayjend TNI (purn) dengan nada geram.

Mundurnya Sultan Hamengkubuwono menjadi tolok ukur dari segala urusan rencana ke depan bagi Surya Paloh, pak Bewok tebal itu dengan Nasdemnya. Teori domino, seperti yang telah diprediksi sebelumnya, menjadi kenyataan. Rontok kepala, rontok pula leher, badan sampai kaki-kakinya. Meski posisi Sultan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Nasdem digantikan oleh mantan KSAL (purn) Tejo sekalipun, tampaknya ‘nggak ngaruh’. Para anggota tak tergiur, dan segera angkat kaki.Termasuk wagub Jawa Tengah Rustrianingsih ikut pula berpamit diri.

Lalu, Sudrajat, sebagai Ketua DPW Nasdem Jabar juga menggelar keterangan pers dua minggu lalu. Dengan tegas ia berkata bahwa ormas Nasdem jelas terganggu dengan adanya partai Nasdem.Dengan lambang partai yang berwarna sama dengan ormas, hanya posisi yang dibolak-balik saja dari atas ke bawah, Sudrajat menganggap bahwa sia-sialah segala upayanya selama ini ‘menjual’ ormas ini kepada para cendekiawan, elemen masyarakat yang dengan ikhlas masuk ke ormas itu tanpa embel-embel idiologi partai. “Saya mau memimpin Nasdem dengan harapan waktu itu karena awalnya memang ormas. Semua orang bisa masuk.” ujar pria yang pernah menjadi Kapuspen TNI, Dirjen Strategi Pertahanan di Departemen Pertahanan RI, dan mantan duta besar di Cina ini. “Saya benar-benar kecewa,” ujar Sudrajat ketika saya tanyakan langsung kepadanya.

Pengunduran diri Sudrajat berlaku mulai 6 Juli 2011, dengan kartu anggota bernomor 3174.000.12555. Hanya setengah tahun dari pengangkatannya terhitung 25 Januari di tahun yang sama. Singkat memang. Namun tegas. Dan, sampai hari ini, pengurus DPW Nasdem Jabar benar-benar bubar jalan. Hampir 100 % menyerahkan kartu anggotanya kepada sekretariat DPW Jabar Agus Wardana, yang akhirnya turut hengkang juga.

Pak Bewok pemilik media elektronik besar Metro TV ini , sebagaimana biasa pembawaannya sehari-hari, tampaknya tenang-tenang saja untuk penampilan konsumsi publik. Entah apa sebenarnya yang menjadi pikirannya untuk rencana ke depan. Yang jelas, Surya Paloh yang memang muasalnya adalah pedagang ulet (sembari sekolah di Pematang Siantar berdagang teh, ikan asin dan jualan karung), lalu berkembang sebagai pedagang karesori mobil di Medan, usaha katering sampai akhirnya mendirikan koran Prioritas, berlanjut ke Media Indonesia ini, jelas-jelas telah melukai hati banyak orang.

Menurut Sudrajat, berulangkali sejak awal ia telah dengan tegas menanyakan kepada pak Bewok ini, sejauh mana Nasdem berkiprah kelak. Syarat Sudrajat memimpin Nasdem Jabar dan membujuk(serta berhasil) puluhan profesor doktor untuk masuk ke Nasdem saat itu adalah, ormas ini tidak sekalipun berubah menjadi partai, dan tidak sedikitpun Surya Paloh bertarget untuk menjadi ‘kosong satu’ alias Presiden RI mendatang. Kedua hal yang sangat mendasar itu disepakati oleh Surya Paloh. Maka Sudrajat tenang, Sultan pun nyaman. Lalu dengan simpatik mereka bergerak mengepakkan sayap ormas Nasdem ke mana-mana. Program ormas Nasdem sebenarnya cukup bagus, antara lain soal restorasi bangsa, pemberantasan korupsi dan membangun Indonesia dengan sigap dan jernih.

Beberapa malam lalu saya sempat menyaksikan Surya Paloh menggebu-gebu berpidato, entah pada acara apa, disiarkan Metro TV. Intinya tentu saja masalah idealisme yang melambung. Dalam hati saya bertanya, tidakkah ia bisa satu menit saja mengingat janjinya, untuk masalah Nasdem yang semula mampu menggaet berbagai orang penting Indonesia dengan rencana kerja yang menarik, menjunjung moral tinggi, yang ‘hanya’ bertarget sebagai ormas? Benarkah gara-gara, (bahasa terangnya), ia telah berjanji palsu kepada para pengikut ormasnya sejak awal, terutama kepada Sultan dan Sudrajat, sehingga membuat mereka berang dan sesegera mungkin hengkang? Dan sayapun berharap sekali ia bisa dengan sportif berbicara, diwawancarai khusus oleh medianya sendiri, Metro TV dan Media Indonesia, untuk menjelaskan soal komitmennya yang dianggap banyak pengikutnya akhirnya tidak komit itu.

2 comments

Comments are closed.