
Pernah nonton permainan piano Ananda Sukarlan? Pernah dengar saat ia memainkan lagu yang digubah secara klasik , “Sepasang Mata Bola?” Pernah tahu ia bermusikalisasi puisi atas berbagai puisi WS Rendra maupun Goenawan Mohammad? Dahsyat! Lagu “Sepasang Mata Bola yang dibuat dengan durasi 23 menit itu, mempertontonkan jemari Ananda dengan mencengangkan, dan berjiwa, serta menjadi lagu yang acapkali dinanti-nanti penonton dalam beberapa tampilannya.
Saya masih belum tahu, apakah pada pertunjukan konser yang selalu diselenggarakan hari Minggu pertama di awal tahun yang dinamakan Jakarta New Yerar’s Concert ini, Ananda akan tampil membawakan lagu Sepasang Mata Bola yang sungguh mempesona ini. Mungkin dalam rangkaian Rapsodia Nusantara yang menjadi bagiannya, lagu favorit saya ini akan muncul.
Ananda Sukarlan, pianis Indonesia yang bermukim di Spanyol (karena istri dan anaknya adalah orang sana), kerap mondar-mandir ke Indonesia. Bagai tak kunjung putus, gagasannya untuk berbuat sesuatu bagi perkembangan musik Indonesia selalu menjalar ke mana-mana.
Salah satunya, sejak tahun 2006 silam, dialah yang pertama kali menggagas agar Indonesia terbiasa memiliki konser awal tahun yang megah dan bermakna. Di New York juga ada konser awal tahun, dan ujar Ananda, “Mengapa di berbagai negara besar ada konser klasik di awal tahun, Indonesia tidak bisa mengadakan dengan kualitas yang sama?” . Maka ia menyelenggarakannya dengan penuh semangat – bergulir sampai tahun ini. Peminat yang manggung semakin banyak, pengunjung yang ingin menyaksikanpun semakin bertambah. Rata-rata seribu penonton, bahkan lima tahun silam, menurut Ananda, jumlah penonton lebih dari 2000. Fantastis !
Dalam rangka menekankan kualitas , Ananda juga memiliki prinsip bahwa para pemain piano yang tampil harus benar-benar atas dasar kelayakan. Bukan atas dasar pertemanan. Atas dasar penilaian semacam itulah maka ia sangat optimis perkembangan musik klasik semakin menggembirakan, di tengah berbagai musik pop, dangdut dan yang sejenisnya. “Meskipun tentu saja saya paham, bahwa peminat kami masih lebih sedikit daripada konser pop,” ujarnya. Promosi pertunjukan dilakukan lewat jaringan media sosial, facebook, bbm serta twiter dan sms. Itupun, menurut Ananda, sambutannya sangat menggembirakan. “Mengharapkan bantuan dari pemerintah?.. Hhhmm, tetap nol besar lah ! Kami sudah tidak begitu tertarik untuk mengadakan pendekatan kepada pemerintah. Toh akan ditolak!”, katanya.
Jakarta New Year’s Concert toh terbukti tetap berjalan terus dari tahun ke tahun dengan megahnya. Untuk kali ini akan diadakan besok, Minggu tanggal 6 Januari 2012. Bertempat di Auditorium Yamaha Music Center jalan Gatot Soebroto dan berlangsung dalam dua kali pertunjukan ( pukul 15.00 dan pukul 19.30 ), tema yang ditampilkan adalah Pianissisimo 3 Generations. Bisa dibayangkan ibu Latifa Kodijat, pianis Indonesia tertua zaman kini yang lahir tahun 1928 akan tampil memainkan keahliannya berpiano. Ibu Latifa Kodijat yang kini sudah sepuh namun tetap memiliki semangat menggebu dan berpiano dengan indah ini amat dikenal di kalangan permusikan klasik. Ia seorang guru piano yang juga mengarang berbagai buku musik, antara lain “Istilah-istilah Musik”, “Tangga Nada dan Trinada”, “Penuntun Mengajar Piano” dan yang lainnya lagi.
Kategori junior usia 11 tahun akan tampil Brahms Mulyawan dan Aloysius Kevin Trisna. Lalu ada Janice Wijaya dan Ade Satrio Prastyanto serta Randy Ryan yang baru berusia 17 tahun tetapi berhasil menumbangkan para kompetitor lain yang usianya jauh melebihinya. Mereka adalah para pemenang Ananda Sukarlan Award (ASA) tahun lalu, yang permainan pianonya memang membuat orang-orang terpana. Segi teknik, olah rasa dan olah jiwa, semua terpadu bagai suatu kesatuan nyawa enerjik. Inilah hasil upaya berlatih yang tiada henti dan konsisten pada kesenian pilihan jitu mereka. Lagu-lagu atas dasar repertoar pilihan sang pianis sendiri, dengan sayarat, menurut Ananda lagi, harus berdasarkan musik rakyat.
Dalam konser ini memang akan ditampilkan keunikan yang sangat khusus, yaitu tampilan musik-musik rakyat dalam piano yang berdimensi lokal. “The Humiliation of Drupadi” akan menggema dalam permainan dua piano sekaligus yang bernuansa gamelan Bali. “Inilah yang harus kita sadari, bahwa ternyata musik rakyat manapun dari berbagai negara manapun, adalah suatu bahas auniversal. Tidak ada batasan suku, agama, tradisi, peradaban bahkan bahasa,” ujar Ananda.
Ananda, yang kini berusia 45 tahun dan sempat mengecap pendidikan piano di YPM (Yayasan Pendidikan Musik) , ia juga belajar di Amerika dan Belanda dengan predikat summa cum laude ini. Rata-rata dalam setahun ayah satu putri ini mengadakan pertunjukan sampai 80 kali. Namanya muncul sebagai satu-satunya orang Indonesia dalam buku “The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century” tentang riwayat 2000 orang yang memiliki dedikasi tinggi pada permusikan. Ia sempat pula diundang oleh Ratu Sofia dari Spanyol untuk konser piano malam gala Queen Sofia Prize di Madrid.
Sepanjang hari menjelang konser akbar ini, Ananda tiada henti berlatih. Ia sadar betul, bahwa pianis profesional tak bisa sedikitpun meremehkan jadwal latihan. “Seni adalah profesi yang harus dihargai seperti profesi lain. Seniman harus bisa hidup dari seninya. Bukan harus buang-buang uang untuk bisa tampil,” ujarnya tegas. Dan kita buktikan pertunjukan ‘ramuan’ Ananda dengan pianis-pianis Indonesia lain yang membuat penonton kelak terpana, pada acara konser Jakarta New Year’s Concert 2013.
Datang yuuuk… tiket tersedia di lokasi.