Cerita Sang Kuriang ( yang akhirnya sering disebut dan tertulis menjadi Sangkuriang), sudah kita kenal sejak dulu. Seorang pemuda yang memaksakan kehendak mencintai ibu kandungnya untuk dijadikan kekasih, adalah kisah legendaris yang turun menurun dikenang. Cerita pusaka Sunda ini adalah cerita rakyat dengan gaya tutur dari mulut ke mulut, dan setelah berlama-lama dilanjutkan dengan bentuk bacaan.
Kisah Sang Kuriang memiliki banyak versi namun pada umumnya cerita yang banyak ragamnya itu dimulai dengan seorang anak raja yang tidak beristri dan memiliki kegemaran berburu. Pada suatu waktu ketika berburu di hutan, ia membuang air kecil. Lalu seekor babi betina yang sebenarnya adalah babi yang terkena kutukan meminum air kecil itu, akhirnya mengandung dan melahirkan anak perempuan. Anak perempuan ini dijumpai anak raja tadi, terus dipungutnya sebagai anak dan diberi nama Dayang Sumbi.
Setelah dewasa, Dayang Sumbi yang mempunyai kegemaran menenun, merasa sangat mengantuk sehingga taropong alat tenunnya terjatuh dan tak bisa ia temukan kembali. Dia pun berkata, “Yang mengambilkan taropong dari kolong, apabila perempuan akan kujadikan saudara, apabila laki-laki akan menjadi suami”.
Pada saat yang bersamaan seekor anjing mengambil taropong yang terjatuh, dan menyerahkannya pada Dayang Sumbi. Sesungguhnya, anjing yang bernama Tumang itu, adalah anjing jantan peliharaan raja yang semula adalah dewa yang terkena kutukan. Mau tidak mau Dayang Sumbi harus menepati janjinya dan menikahi Tumang – lalu akhirnya mengandung, melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Sang Kuriang.
Pada suatu hari Dayang Sumbi merasa gundah karena anak semata wayangnya, Sang Kuriang belum pulang ke rumah setelah beberapa hari pergi ke hutan. Sesungguhnya Sang Kuriang pergi menyendiri karena ia sangat kecewa pertanyaan siapa sesungguhnya ayahnya, yang sejak semula dirahasiakan sang Ibunda, tak pernah ada jawabannya.
Lama-lama, akhirnya Dayang Sumbi memberi tahu bahwa ayah kandung Sang Kuriang adalah Tumang, anjing jantan peliharaan Sang Kuriang. Tentu saja Sang Kuriang tidak percaya. Amarahnya luar biasa, sehingga ia menyendiri ke dalam hutan. Tumang, tanpa diketahui sebelumnya, mengikutinya dari belakang.
Di tengah hutan Sang Kuriang bertemu dengan Raja Siluman dan kawan-kawannya. Raja Siluman menawarkan diri menjadi teman Sang Kuriang. Lalu Sang Kuriang setuju, bahkan ia langsung membunuh si anjing buruk Tumang, yang sesungguhnya adalah ayah kandungnya sendiri.
Sang Kuriang pulang kerumah dan memberi tahu kepada ibunya, bahwa dia telah membunuh Tumang. Tentu saja Dayang Sumbi sungguh berduka, terlebih lagi ia sangat terkejut Sang Kuriang meminta Dayang Sumbi menjadi istrinya. Sang Karuriang bersikeras menduga Dayang Sumbi telah menipunya, berpura-pura menjadi ibu. Dayang Sumbi sungguh sangat terpukul mendengar hal itu keluar dari mulut anak kandungnya.
Sang Ibunda berpikir keras bagaimana caranya agar Sang Kuriang tidak sakit hati dan dia tidak bisa menikah dengan darahnya sendiri. Maka ia mengajukan syarat, Sang Kuriang harus bisa membuat telaga dalam satu malam sebelum matahari terbit. Kalau Sang Kuriang berhasil maka Dayang Sumbi pun rela menjadi istrinya. Namun Dayang Sumbi tahu benar bahwa hal itu tidak akan mungkin dilakukan oleh manusia biasa.
Ternyata diluar dugaan Dayang Sumbi, Sang Kuriang meminta tolong kepada Raja Siluman dan teman-temannya untuk membuat telaga itu. Dayang Sumbi sangat khawatir apabila Sang Kuriang bisa menyelesaikan telaga maka dia akan berzina dengan anak kandungnya sendiri. Ia kembali menyusun strategi, membangunkan seluruh warga kampung untuk membakar lumbung padi, agar dikira Sang Kuriang matahari sudah terbit sehingga oa bisa lepas diri menikah dengan Sang Kuriang.
Sang Kuriang setelah mengetahui bahwa Dayang Sumbi membohonginya, dia pun dengan geram tetap memaksa mengawini ibu kandungnya sendiri sesegera mungkin. Dayang Sumbi panik dan kecewa serta tetap berupaya menjelaskan sekali lagi bahwa dia adalah ibu kandungnya yang sungguh tak sepantasnya mereka berdua menikah. Namun sayang sekali Sang Kuriang tidak mau mendengar hal itu. Bagaimanakah kelanjutannya?
Saksikanlah drama musikal SANG KURIANG,
Jumat 1 Februari pkl. 20.00 WIB,
Sabtu 2 Februari 16.00 WIB dan 20.00 WIB,
Minggu 3 Februari 16.00 WIB dan 20.00 WIB
di TEATER JAKARTA TAMAN ISMAIL JAKARTA. INFO: 021-720 1918 dan 0858 1414 2277
SANG KURIANG, drama musikal pertama karya anak bangsa Indonesia, dilengkapi dengan karya pemusik terkenal Dian HP, – yang khusus diciptakan dengan dominasi musik paduan suara – sekaligus untuk melengkapi perayaan ulang tahun PSM UNPAR yang ke 50. Karya ini disuguhkan berdasarkan libretto karya Utuy Tatang Sontani dan merupakan libretto pertama karya sastrawan Indonesia.
Pagelaran besar ini ini akan menampilkan beberapa penyanyi ternama, Farman Purnama, Gabriel Harvianto sebagai Sang Kuriang, Sita Nursanti (RSD) , Christine Tambunan sebagai Dayang Sumbi, Rainier Revireino sebagai Ardalepa, Hari Santosa sebagai Siluman serta Fitri Muliati, Andrea Miranda sebagai Bujang. Paduan Suara Mahasiswa Unpar, Jakarta Concert Orchestra dengan konduktor handal AVIP PRIATNA.
Tim drama akan didukung oleh Wawan Sofwan (sutradara), perupa senior Sunaryo (penata artisitik), Rachmayati Nilakoesoemah (koreografi), Deden Siswanto (penata kostum), Iskandar Loedin (penata cahaya), Adji Goutama (penata suara)
Drama Musikal SANG KURIANG dipastikan akan menjadi salah satu drama musikal Indonesia yang terindah…. makanya…., nonton yuuuuuuk… !!