Ingat Zaman PKI di Jakarta

Adakah yang masih ingat saat zaman PKI melanda di negeri kita? Saya masih kelas 2 SD di Taman Sunda Kelapa dengan taman di sekolah yang sangat luas. Saya masih ingat tiba-tiba sedang bermain-main di rerumputan bersama guru (saya ingat namanya beberapa ; bu Marla, ibu Kus), kami harus tiarap. Entah apa yang lewat ketika itu. Lalu ada kapal terbang menyebar selebaran dengan kertas-kertas putih.

Saya ingat ayah saya menangis sambil terjengkang di lantai ketika ia mendengar teman dekatnya, MT Haryono tewas. Lalu ada jam malam. Ada suara sirene. Tukang becak dicurigai, bahkan becak langganan kami juga ayah tak lagi membolehkan datang sementara…, saya ingat namaya becak Sindoro. Takutnya si tukang becak juga ternyata seorang penyusup, meski ia selalu baik kepada kami.

Lalu ada lagu Genjer-genjer yang seram sekali rasanya terkesan pada kami yang masih kecil saat itu. Saya membayangkan Gerwani itu adalah kelompok perempuan yang menyeramkan. Di sekolah beredar cerita bagaimana jenderal-jenderal disiksa sebelum dicemplungkan ke lubang buaya. Saya juga masih sempat melihat betapa berdukanya keluarga di SMA Srikandi yang berada persis di sebelah SD Kepodang kami. Di situ ada Yanti Nasution yang cantik, yang adiknya tertembak dengan sia-sia, Ade Irma Suryani. Lalu ada lagunya yang seketika dikumandangkan ; akan kuingat selalu… ade irma suryani… waktu dipeluk…dipangku ibu…. dan seterusnya. Lagu yang sungguh membuat perih semua orang saat itu.

Suasana sangat mencekam. Ke mana-mana rasanya takut sekali. Jam enam sore semua sudah mengunci pintu rumah masing-masing. Tak ada kongkow-kongkow antar tetangga seperti biasanya. Lalu banyak yang tertangkap. Nama Untung, Aidit, adalah nama-nama yang menggema diceritakan guru kepada murid-muridnya.

Ketika presiden berganti, Sukarno sudah tidak lagi diagung-agungkan sebagaimana biasa. Saya sempat menengok ke kiri selalu, bila lewat jalan Haji Agus Salim, rumah Suharto yang ditempati sebelum mereka pindah ke jalan Cendana. Rumah itu berteralis bentuk bunga, bercat putih. Di pojokkan jalan.

Lalu ada sidang mahmilub. Seram sekali rasanya, karena sekolah saya di Taman Sunda Kelapa itu letaknya persis di belakang tembok gedung Bappenas tempat sidang berlangsung. Tentara di mana-mana. Kami harus ke mana-mana membawa surat keterangan domisili dari RT setempat. Tak boleh ada kendaraan lewat mulai dari ujung jalan Taman Surapati. Kami harus berjalan kaki menyeberangi taman dan patung Ibu Kartini di depan gereja. Suara sidang kadang jelas terdengar dari kelas. Subandrio dinyanyikan lagu oleh orang-orang , ada kata-kada ‘durna’ pada liriknya.

Puluhan tahun telah berlalu. Siapa bilang bahaya komunis itu laten? Komunis sudah lenyap — begitu kata segolongan orang dengan begitu yakinnya. Semoga saja begitu…. dan semoga negeri ini tak lagi mengalami suasana super seram seperti dulu lagi.., saat saya masih sebagai kanak-kanak…. dan kita dulu masih kanak-kanak.., masing-masing menyimpan memori atas suasana itu…dulu…dulu sekali……

One comment

  1. Salam.

    Itu tahun 66 ya mbak?
    Kalau gak salah waktu itu sekolahan Cina di dekat rumahku kacau balau.
    Semua menangis keluar dari sekolah itu dan membuat suasana kampungku jadi mencekam.
    Memang kenangan yang lama sekali ya mbak …

    Salam sehati

Comments are closed.