Susi, saya ingat ketika kamu masih SMA kelas dua sampai kelas tiga, kamu sudah mengangkut drum berisi ikan, kamu menyetir colt dan bekerja membantu ayahandamu menjual, memasarkan ikan-ikan. Kamu memang tidak ikut ujian karena sehari-hari bekerja meski ayahmu bukan orang tak punya. Kamu asyik bekerja. Kamu sejak dulu memang sudah menjadi perempuan jumpalitan. Kamu bagai kuli memang. Tampak seperti pekerja kasar. Dan kerjamu selalu total.
Ketika kamu membacakan kata sambutan dalam acara ‘peralihan kekuasaan’ di departemenmu yang menyediakan kursi menteri bagimu, sungguh bagus sekali isinya. Kamu terlihat sangat menguasai masalah di lapangan. Kamu paparkan semua rencana kerjamu, dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kamu menantang seluruh stafmu, sanggupkan bekerja keras bersamamu, lalu mereka menjerit dengan gempita : sanggguuuup..!!
Susi, saya tahu kamu kebingungan ketika pertama kali dipanggil oleh Jokowi dan ditawari untuk menjadi menteri. Kamu bilang kepada Jokowi, “Bapak nanti menyesal lho, saya ini apa adanya. Saya agak gila…. dan tidak punya ijazah SMA karena memang tidak ikut ujian. Masak mau jadi menteri, pak?”
Lalu Susi terperanjat ketika diundang minum teh dan disuruh memakai kemeja putih. Kamu gemeteran. Tidak sangka sama sekali. Sepertinya Susi memang syok berat, bagaikan jarang menghadapi khalayak ramai. Padahal, selama ini kamu di hadapan publik sering memberi kuliah sebagai dosen tamu atau entah apa itu namanya, di beberapa Universtas di Indonesia maupun di Singapura. Memang unik bukan? Yang hanya memiliki ijasah SMP tapi bisa melejit ke mana-mana.
Susi memang serampangan. Baju, gaya, dan cara bicaramu. Bahkan sebelum pelantikan menjadi menteri, kamu bingung ketika berkaca, kebayamu terlalu melorot sehingga terasa sexy dan kurang pantas dilihat. Lalu buru-buru bros besar menempel di dada. Di kakimu memang ada tatoo kupu-kupu. Juga suara yang berat sekali menjadi bahan untuk diejek-ejek oleh sekelompok penyanyi kawakan Indonesia. Kamu pernah punya suami orang Jawa, Swiss dan Jerman. Kedua anakmu yang keren itu sangat santun, Alfi yang duduk di SMP, dan Nadien yang kini sudah di Amerika. Suami terakhir, Christian, cukup ganteng dan sangat paham bisnis Susi serta turut mendukung penuh. Tetapi hubungan kalian selesai tiga tahun terakhir ini.
Di perusahaanmu, kamu membawahi 210 orang bule. Kamu sungguh gesit, jiwa kepemimpinanmu luar biasa. Jangan dikira nasionalismemu diragukan. Susi sangat cinta Indonesia. Kamu mengirim obat-obatan, mengangkut para korban tsunami Aceh dengan sigap tanpa disuruh dan tanpa pamrih. Kamu lakukan sembari berurai air mata ketika itu.
Susi bercita-cita agar Indonesia menjadi kaya raya dari hasil laut. Jangan ada lagi ketololan dalam mengelola negara maritim yang super kaya ini. Kamu gemas sekali melihat kenyataan, bahwa sebagian besar dari Indonesia adalah lautan, tetapi mengapa Thailand dan Malaysia bisa mengekspor hasil laut lebih besar dari Indonesia. Kamu ingin kelautan dikomersialkan agar nelayan-nelayan tidak satu jiwapun lagi yang hidup miskin. Itu yang selalu dikatakan Susi jauh sebelum melangkahkan kaki ke instansi yang akan dipimpin olehmu.
Susi memang gila, sesuai yang sudah kamu katakan kepada Jokowi sebelumnya. Tapi apapun kamu harus belajar. Biarlah masyarakat mengkritikmu. Tidak apa-apa. Tatoomu caranya berpakaian maupun serampangan merokokmu. Biar kamu belajar..hahahaaa.. rasain ! Sebab kalau saya yang nasihati, kamu sering bilang, “Habis bagaimana, sudah umur 50 kan susah lho ubah kebiasaan?” Tapi memang kamu harus menata lagi bahasa tubuhmu. Apapun, cita-cita, kerja keras, tegas, disiplin hidup serta tajamnya intuisi dagangmu, semoga dan harus tetap lancar mulus bersinar karena semua toh untuk kebaikan Indonesia. .. sesuai cita-citamu, Susi !!!
(seperti yang diceritakan sahabatnya kepada saya)