Obama…Oh Obama… , Patungmu ke mana?

Obama baru saja  dilantik kedua kali menjadi orang nomor satu di negeri raksasa Amerika.  Saya teringat betapa hebohnya saat ia terpilih pertama kali, termasuk orang Indonesia, apalagi yang merasa pernah satu sekolah bahkan satu kelas dengannya di Sekolah Dasar jalan Besuki Jakarta Pusat.

Lalu patungpun dibuat. Diletakkan di  Taman Menteng. Prasasti tercantum deretan nama, yang membuat anak-anak eks Menteng ‘asli ‘ tersenyum geli karena merasa ada nama yang ‘ngaku-ngaku’  sebagai eks Menteng masa lalu, padahal sama sekali tidak. Kini patung itu entah ke mana, saya secara pribadi tidak mengetahuinya. Mungkin saja dikembalikan ke  SD Besuki atau di museum, entahlah, saya belum mencermatinya.

Apapun, patung  Obama kecil di Taman Menteng  sempat membuahkan pro dan kontra setiap hari  –  tulisan di mana-mana, termasuk saya telah menuliskannya di blog Kompasiana. Berikut saya salin kembali yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu. Monggo….. silakan menikmati….

 

Protes dan Kritik Terhadap Patung Obama, Berarti Sirik? (Baca: Iri)

HL | 16 December 2009 | 19:11 Dibaca: 868   Komentar: 80   3 Aktual

 

nilah patung Barrack Obama di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Tampak dua orang anak sekolah dasar sedang membaca di dekat patung tersebut. (KOMPAS.COM)Inilah patung Barrack Obama di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Tampak dua orang anak sekolah dasar sedang membaca di dekat patung tersebut. (KOMPAS.COM)

 

Saya terkesima membaca pernyataan seseorang, bahwa tak menerima adanya patung Obama di Taman Menteng, berarti sirik tanda tak mampu… ( sirik di sini diartikan sebagai ‘iri’.., karena  sesunguhnya arti kata SIRIK itu sendiri jauh dari makna iri ).

Hhhhmmm.., bagaimana cara menjelaskan semua  ini dengan cara yang santun ya? Mungkin sebagian orang lupa, bahwa segala yang di atas kertas tak semudah itu penjabarannya. Pandai di sekolah dan pandai buku, bila tidak dibarengi dengan pandai hidup, akan juga sia-sia.

Siapa yang mengatakan patung Obama buruk? Rasanya tak ada, bukan? Dari segi estetika, mungkin memang tak dapat dipungkiri bahwa patung itu indah, lucu, mungkin juga menggemaskan. Tapi menilik sudut lain di luar nilai estetika, tentu ada nilai-nilai sosial lain yang harus diperhitungkan. Etiskah patung itu berada di area publik  Taman Menteng Jakarta Pusat?  Seberapa besar ‘kebangkitan’ semangat anak-anak Indonesia setelah melihat patung itu kelak? Nilai historis terhadap SD Besuki yang kini bernama SD Menteng  yang berada di jalan Besuki itu tentu memang ada talian benangnya dengan Obama. Tak dapatkah patung itu dipajang saja di tempat itu?

Mari kita berpikir lebih jauh lagi. Tuhan tak akan suka segala sesuatu yang berkelebihan. Dalam hal apapun. Kebanggaan karena ‘kecipratan’ negeri ini pernah ditumpangi seorang Obama di masa kecil menjadikan berbagai pihak berkelebihan bereaksi.  Untuk hal-hal lain barangkali  sah-sah saja. Tetapi untuk membangun sebuah patung semacam itu di Taman Menteng..? Apakah tidak berkelebihan? Lagi-lagi saya tak habis pikir. Protes? Tentu! Sirik? ( baca : iri ), tentu saja tidak! Bila kita berupaya menempatkan sesuatu sesuai pada porsinya, apakah berarti kita iri? Kala kata anak-anak ABG sekarang, “plis deh ah, jangan lebay ah..!”

Membuat patung, memajangnya, dan sifatnya yang monumental itu dinikmati banyak orang, juga adalah sesuatu yang sah-sah saja. Tapi patung yang semacam apa? Bukankah yang terbesar adalah untuk orang-orang yang telah tiada? Seseorang yang dianggap berjasa, pahlawan, dengan segala kekurangannya di masa lalu yang sudah termaafkan, berada sepenuhnya pada tubuh yang bernama patung itu. Si penggagas, pembuat, bahkan si penikmat yang terdiri dari masyarakat luas tentu juga sudah menerima ’si patung’ itu apa adanya, bukan?

Bayangkan kalau kita berandai-andai, seorang Obama yang masih hidup, yang masih ‘berbau kencur’ mengendalikan negara adi dayanya tiba-tiba khilaf terpleset, atau kebijakannya melukai bangsa kita, bagaimana? Sementara, patungnya sudah terpampang megah di salah satu pusat kota Jakarta dan bahkan sebelumnya  ‘dibela-belain’ keberadaannya. .. ?  Sekali lagi pertanyaan saya, bagaimana?

Kita tentu tak lupa dengan pemandangan patung Sadam Husein yang dihajar massa dan dirubuhkan seenaknya dari tengah kota. Ya, patung Sadam Husein, seseorang yang ‘belum’ tiada dan masih hidup meski kejayaannya sudah mati.Itulah akibatnya, karena segala sesuatu serba berkelebihan….

Alangkah baiknya memang, patung dibuat setelah seseorang wafat. Sekali lagi, untuk menghindari segala resiko suka atau tidak suka, karena toh pembuatan patung itu bermuatan sejarah dengan segala pemaafan dari kalangan luas.

Saya baca di salah satu berita, teman-teman (asli) Obama semasa kecil di Jakarta sangat tidak berkeberatan bila patung itu tidak dipajang di Taman Menteng. Lagipula, kata seseorang, Ron Muller, si bule penggagas pembuatan patung itu tak pernah sekalipun bergaul, berteman, dan runtang-runtung bersama  Obama saat di Jakarta. Saya pun jadi makin tersenyum sendiri. Dengan kata lain,  saya menduga-duga apakah teman-teman (asli) Obama semasa kecil sesungguhnya ingin berkata, “Hei Ron, sape elu…. jangan SKSD deh.. ( Sok Kenal SokDekat ).. “

Perlukah patung Obama dirubuhkan? Ya tentu saja tidak ! Siapa yang bilang harus hancur? Itu patung bagus kok. Jangan kelewat mendramatisir laaa! Yang diinginkan berbagai pihak, pindahkanlah patung itu secara baik-baik. Masih ada tempat lain yang pantas untuk patung itu. Seketika saya terkenang teman-teman saya pematung handal Indonesia yang sungguh berduka ketika patung Ibu Kartini yang indah dan bercokol puluhan tahun di taman antara Taman Surapati dan Gedung Bappenas itu digusur tanpa belas kasihan oleh pemda DKI.

Sampai sore ini melihat berita dari televisi, masih banyak warga Jakarta yang berharap Obama kecil itu berpindah tempat saja. Sirikkah ( baca: iri ) mereka?  Kalau orang Betawi bilang, “Yang bener ajeeee… !!”  Semoga dugaan buruk itu hanya muncul dari satu orang saja…

One comment

  1. Setuju mbak Linda. Sebaiknya tokoh lain yang berjasa langsung untuk Indonesia saja yang patungnya dipasang. Tolong buat tulisan lagi (dan gerakan massa) agar patung Ibu Kartini dipasang lagi (bisa dilacak nggak ya patung itu ada di mana sekarang?). Saya ingin anak saya (dan generasi muda lainnya) suatu ketika bisa melihat patung itu. Iya bangga sekali akan ibu Kartini dan bilang pada acara show and tell di sekolahnya:” kalau tidak ada Ibu Kartini, mungkin ibu saya tidak bisa bersekolah. Dan kalau ibu saya tidak sekolah, mungkin dia tidak ke Amerika, dan ujung-ujungnyanya mungkin saya tidak ada di sini hari ini.”

    salam hangat dari Philadelphia,

    Indah

Comments are closed.