Selamat Datang ke Tanah Air, Nunun….

Berita mengejutkan Indonesia sore ini, Nunun berhasil ditangkap di Thailand.  Rincinya belum jelas. Oleh siapa, bagaimana cara penangkapannya, sedang apakah saat ditangkap, siapa yang menangkap, dan sebagainya.

Yang jelas, bila berita itu memang akurat,  ia kini sedang dalam perjalanan di awang-awang. Memandang kapas bergulung-gulung membentuk awan,  meneguk segelas minuman di pesawat dan menikmati hidangan porsi kecil, apa yang berada di benaknya saat itu?

Sebagai sesama wanita, saya prihatin atas kejadian Nunun.  Wanita yang begitu bersemangat mengkampanyekan sang suami yang polisi itu, saat mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta beberapa tahun silam, yang berdandan serba serasi dan necis, dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi, ia tampak gesit melangkah ke mana-mana.

Beberapa waktu menjelang kasusnya merebak, ia masih menghubungi saya lewat telefon, memesan kue  teman yang saya  bantu jual. Ia bercerita tentang bukunya yang akan diterbitkan. Kalau tidak salah tentang kebaya. Ia juga ngomel melihat buku tentang batik Semarangan yang dibuat oleh salah satu kenalannya, yang dianggap sangat buruk penataan dan pilihan warna baju-bajunya.  Bicaranya lancar dan cerdas. Tak ada kesan sakit sedikit pun, apalagi sakit lupa.

Saya hanya  mencoba membayangkan, apa rasanya selama ini berada di pengasingan, jauh dari keluarga, kerabat bahkan makanan khas Indonesia…, dengan alasan sakit. Taruhlah memang ia sakit betulan, namun mengapa akhirnya menjadi pesakitan yang dikejar-kejar?  Bahkan di ujung cerita, ia resmi dicap buron?

Ironis sekali, sementara keluarga polisi ini sepanjang tahun sejak dulu melihat kepala kelurga mereka berurusan dengan soal keamanan, meringkus penjahat, melindungi rakyat, kini istri Adang Dorojatun  ini sendirilah yang menjadi target.

Saya tidak pernah tahu sejauh ini apakah Nunun  yang sangat diduga keras sebagai sinterklas membagi cek pelawat kepada para anggota DPR adalah benar. Segalanya buram di mata saya.

Bila menjelang maghrib  malam minggu ini ia sudah tiba, saya ucapkan selamat kembali ke tanah air !  Persoalan berderet-deret sudah menanti. Akan ada jadwal pemeriksaan, akan ada pula berita menyebar dari hari ke hari.  Bila berhadapan dengan yang berwenang, dapatkah Nunun berkisah seasli-aslinya?  Tidakkah ia merasa amat sangat rugi serugi-ruginya telah menjadi korban selama ini, sementara (barangkali) orang yang memang sangat berkepentingan tetap ongkang-ongkang kaki?

Kita lihat saja nanti, apa kelanjutan dari cerita ini.  Paling tidak, Nunun kembali menikmati rumah besarnya di kawasan Cipete Jakarta Selatan.  Dengan sofa ukir, atap langit-langit bergambar, dan riak kolam renang di samping garasi mobil di belakang rumah. Kalau kangen, tak jauh dari rumah ada restoran Padang yang enak sekali, yang gulai ayamnya bisa ia cicipi, atau restoran Sunda nan lezat, sampai steak khas Indonesia Abuba yang asapnya mengepul saat diadon di pembakarannya.  Saran saya, jangan dikeluarkan dulu  koleksi tas Hermes yang dimiliki itu, untuk dipakai ke mana-mana. Khalayak sedang giat memperbincangkan soal tas seharga lebih dari seratus juta rupiah itu.  Tiarap, jauh lebih baik.

Each has its advantages, of homework for you from https://homework-writer.com course, but the google+ platform seems to offer the most flexibility for our purposes.

7 comments

  1. Hukum kadang tampak bak pisau bermata dua: terkadang dihunus ke arah sasaran tertentu yang dituju, tetapi di waktu dan tempat berbeda, matanya yang lain mengarah pada pemegangnya menjadi bumerang. Smoga peristiwa Bu Nunun dan keluarga menjadi cermin bagi mereka yang menegakkan hukum.

    Thx mbak Lin untuk catatan sebagai “ceritera Kawan”, yang memberi makna sejati persahabatan. Kiranya, bisa sampai ke tangan Bu Nunun juga.

Comments are closed.