Selamat Datang Presiden Baru Kita

 

 

Meski  saya TIDAK memilih dia, tetapi untuk urusan ibadah yang dipermainkan, yang menampilkan foto busana ihram yang terbalik (apabila benar direkayasa dengan usil) dalam kunjungan ke tanah suci,  saya juga sangat tidak setuju. Hal ini bisa saja dilakukan oleh orang usil dari kelompok manapun. Dari kandang orang lain, maupun dari kandang sendiri. Apa salahnya kita berhati lapang saja, sebab hanya hak Allah yang kelak membalasnya., , dan yang sungguh mengetahuinya dari kelompok mana sesungguhnya yang berbuat hal ini.

Sekadar saya teringat, bagaimana pula riuh serunya suasana di Monas yang fotonya juga hasil rekayasa… bahkan dipajang pula di halaman satu koran terkemuka… padahal itu adalah palsu belaka. Mengapa itu tidak diprotes? Bila menguntungkan, meski tindakan itu sangat salah, akan diam, bila merugikan, akan sewot?? Lagi-lagi, kita serahkan pada Yang Maha Tahu Segalanya….

Dan kita masih punya waktu sehari untuk mempersiapkan kedewasaan kita untuk MENERIMA apapun kehendak DIA, pahit atau manis. Tidak perlu kita harus bertutur bahwa ‘kalau kalah karena dicurangi, kalau menang akan dikudeta’ —- ucapan yang sangat picik, dangkal dan berunsur provokasi keji. Apakah kita semua bukan bersaudara di negeri ini?

Kita makan dengan beras yang nikmat dari bumi Indonesia, kita minum dari kandungan air yang sama, kita menikmati udara yang sama, kita mendapat jatah rizki yang telah diatur olehNYA…, kita diberi kesempatan untuk bergaul secara baik dengan orang-orang di sekeliling kita, si kaya si miskin apakah ada bedanya? tidak perlu sewot pada orang kaya dan menyindir-nyindir orang berpunya dengan sinis. Tak perlu juga si kaya berpamer diri. Akal sehat kita sudah dipersembahkan Tuhan secara dahsyat sekali.. mengapa tidak kita gunakan dengan indah?

Hari Rabu 9 Juli 2014 ini adalah hari yang mencengangkan bagi semua. Kita akan memiliki presiden baru. Menentang sang calon dengan gigih adalah sah-sah saja. Tidak ingin pujaan kita dikalahkan juga hal yang wajar dalam perjuangan politik pemilihan pemimpin negeri. Namun bila sudah final, mengapa kita tidak saling berangkulan? Mengapa harus memelihara dendam, benci, iri, dengki, serta tetap membuat rekayasa macam-macam untuk mencelakakan maupun membuat upaya sang pemimpin sia-sia dalam memimpin negerinya?

Kita, apalagi sebagai orang terpelajar, sewajarnya tahu bahwa dukungan rakyat terhadap presidennya adalah maha penting — siapapun yang terpilih nantinya. Dan sang Presiden pun sepatutnya tahu diri, bahwa amanah yang diemban demikian besar, berat dan mulia– sehingga tidak patut sama sekali baginya untuk menjadi manusia congkak, serampangan, membatalkan seluruh janji baiknya kepada rakyat, apalagi akhirnya jadi seorang penipu ulung yang bengis bagi rakyat dan negerinya. Semua kita hadapi dengan doa… agar Indonesia kita menjadi jaya dan mulia. Aamiin