air mata – Catatan Linda Djalil

Guntur, Hujan dan Ayah

tatkala gelegar guntur menghantam bumi kisi jendela bergetar kaca musnah seketika hujan menimpa pohon bambu ambruk pohon tebu lesu tertampar

menyatu dalam kelompok raksasa di padang arafah yang indah wukuf dalam hening karena hati berlumur rasa nyaman pasrah karena tak

banjir duit banjir tipu banjir catut banjir ancaman banjir rahasia banjir nestapa banjir air mata keluar deras pura-pura

mengalir satu persatu semakin deras tumpah nestapa berkaca-kaca dari telepon genggam kaca pantulan kata-kata… merasuk perih pagi ini

di baju batikmu yang belang-belang itu ada tawaku dan harapan semu yang harus kuredam sampai dasar sumur terdalam karena semua

kamu biasanya tersenyum lebar tawa menantang tanpa takut kamu merona tanpa malu dipeluk sang duda sembari lupa tangis nestapa

pengemis borok di tepi jalan menggumpal kain lusuh di sekujur pergelangan kaki tangannya menggapai menuju mulut sebagai pertanda ia lapar