kau plintir kumismu
ke kiri
ke kanan
menuju arah tangga istana
marmer kinclong
lampu kristal menjulang cemerlang
bersinar menembus awan
harum mawar menyembur
lewat pinggiran karpet tebal
terukir gagah
kau plintir kumismu
dada terbusung
mata dipicing separo
sembari mengintip
seluruh orang yang menonton
pelantikan mulia
untuk dirimu yang kau anggap perkasa…
sudah kalah di sini
kau merasa menang di sana
terhina dina di sini
kau congkak di sana
eh, tapi nanti dulu..
kau ternyata tak perlu menunggu
bermulut besar
sombong bertutur
sampai di ujung dunia sana
sebab usai pelantikan
busung dadamu semakin menggelembung
mana sini para pemburu berita
di situlah kau memamerkan kuasa
kumis plintiran masih tegak berdiri
sembari kau berkata
akulah yang paling siap
menduduki posisi terhormat
sebab yang lain hanya kucing kurap
nyeruduk sana sini
bagai tak tentu arah
bodoh
tak pernah tahu medan…
tidak seperti aku
yang sudah terbiasa
kaya raya..
dan punya kuasa
dan punya ilmu
yang selalu kuberkata
serahkan pada ahlinya…
sombong kali kau kumis
ujar rakyat dari Sumatra
iki wong opo karepe yo
kata sekelompok petani Jawa di kelurahan
sembari nyeruput kopi
disuguhi istri kepala desa
di depan televisi menyala-nyala
sombong kali kau kumis
lagi-lagi ujar si lelaki dari Sumatra
golok sudah diremas di tangan kanannya
aaaaaah…. tak perlu golok, abang..
cukup kita berkata
Innalillahiwainalillahi rojiun
maka kelak kuasa Tuhan bergerak
sutradara kehidupan yang paling mulia
memberikan bukti nyata selalu instan
kita lihat saja ocehan takaburnya…
akan jadi menjulang hebat mulia
atau terkapar-kapar nantinya…
sombong kali kau kumis
kini giliran kami berkata
serahkan pada ahlinya…
sang Sutradara…
sang Rabb yang maha tahu segalanya
mana yang rendah hati
mana yang doyan mencela
mana yang tong kosong nyaring bunyinya
nanti kami dari Indonesia
hanya akan menjadi penontonnya…
semoga sembari riang gembira
bertepuk tangan penuh gempita !!