Avip Priatna, Surat Al Insyiraah dan Jakarta Concert Orchestra

 

 

Di sisi kanan meja kerja saya, ada tempelan surat Al Insyiraah (Kelapangan). Hampir tak pernah terlewatkan saya membaca, merenungkan makna uraian kalimat ayat suci dari Al Qur’an itu. Selain memohon pertolongan senantiasa dari segala kesulitan yang akan berakhir dengan kemudahan, ada kalimat ‘fa idzaa fataghta fan shab’ — yang artinya adalah. ‘bila engkau telah selesai dari suatu urusan maka kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh’.

Tak berlebihan bila kerapkali saya memandang Avip Priatna di atas panggung, seorang konduktor musik dan pimpinan Jakarta Concert Orchestra, saya teringat kalimat indah pada surat al Insyirrah ayat ketujuh itu. Avip bergerak terus.  Maju melangkah, dari satu kreasi ke kreasi lain. Dari pemanggungan satu ke pemanggungan berikutnya. Tiada henti. Tak pula putus asa, apalagi bermalas-malas gembira atas hasil yang ia capai penuh tepuk tangan meriah penontonnya.  Yang telah beres, menjadi kenangan indah, dan Avip mulai berkarya lagi untuk yang lainnya lagi. Luar biasa !

Siapakah Avip?? Ia adalah pemuda Indonesia lulusan Universitas Katolik Parahyangan Bandung jurusan Teknik Arsitektur. Aliran deras musikalnya membawanya pergi menuntut ilmu di University of Music and Perfoming Arts di Wina Austria. Ia yang telah menikmati keindahan beribadah di tanah suci Mekkah itu   beruntung memperoleh beasiswa  dari rotary Club dan bantuan pemerintah Austria. Profesor Guntyher Tehuring adalah gurunya. Mempelajari bagaimana caranya menjadi seorang konduktor yang baik, lelaki kelahiran Bogor ini juga belajar  dari dirigen terkenal Leopold Hager.  Avip  meraih Magister Artium dengan beasiswa dari Universitas Katolik Parahyangan tahun 1998.

Lalu, sebagai direktur musik Jakarta Concert Orchestra (JCO) dan Batavia Madrigal Singers (BMS), ia terus menerus melangkahkan kakinya tiada henti. “Saya ingin selalu membawa musik simfoni. Untuk simfoni orkestra  atau simfoni  vokal. Agar masyarakat lebih sering mengenal,musik jenis ini ”  ujarnya.

Avip bagai kupu-kupu yang terbang ke sana-sini. Sayapnya penuh warna dan menebar semangat pesona. Melanglang dunia ke luar negeri bersama rombongan musiknya, ia senantiasa mendapat tepukan gemuruh bangsa asing. Ia membawa nama Indonesia dengan begitu indahnya. Pada tahun 2011  di  Torrevieja Spanyol ia meraih Premio a la Mejor Direccion “Jose Hodar Talavera” — gelar konduktor terbaik pada kompetisi paduan suara internasional  57 Certamen Internacional de Habaneras Polifoni. Luar biasa ! Bersama suara emas Batavia Madrigal Singers ia pun berhasil membawa pulang ke tanah air empat penghargaan lain, yang kompetisi  bertaraf dunia itu sudah diselenggarakan sejak tahun 1955.

Avip lagi-lagi tak berhenti melangkah. Setelah usai dari urusan yang satu, ia kembali mengerjakan yang lain. Avip tak pernah terlena pada pujian sesaat. Ia kembali meraih  gelar konduktor terbaik kembali pada 34th International May Choir Competition ‘Prof Georgi Dimitrof’  yang berlangsung di Bulgaria  dua tahun silam. Kembali suara emas BMS membuktikan kehebatannya, dan pulang ke tanah air dengan membawa gelar juara pertama dalam kategori Mixed  Choir (Paduan Suara Campuran) dan nilai terhebat dalam kategori Chammber Choir (koor kecil).  Belum lagi berada pada deretan finalis di European Grand Prix for Choral Singing di Itali tahun lalu. Avip melebarkan sayapnya ke Jepang, Malaysia, Cina, plus tiada henti menebar pesona keindahan pada bermacam-macam konser di negerinya sendiri.

Avip memiliki obsesi sejak lama, bahwa konser di Indonesia harus tetap ‘berbunyi’ dan tak boleh sepi. Jauh sebelum ini, pada tahun 2001 ia mendirikan Jakarta Concert Orchestra (JCO)  bersama-sama dengan Ibu Toeti Heraty Noeradi  Rooseno. Awalnyabernama  Jakarta Chamber Orchestra. Avip mengumpulkan berbagai musisi Indonesia dari berbagai daerah. Karya Beethoven, Shubert, Bach hingga Racnmaninoff, kerapkali berkumandang atas ramuannya. Tentu saja BMS tak lepas mengiringi pada segala kesempatan. Opera pun digelar, seperti Cavalleria Rusticana karya Pietro Mascagni, The Telephon karya Menotti yang sungguh kocak dan menarik, hingga drama musikal Sang Kuriang  karya Utuy T Sontani.

Avip mengaku bahwa segala upayanya tak ada artinya bila ia juga tak dibantu oleh berbagai pihak. Yayasan Kebun Raya  Indonesia, Bakti Budaya Djarum, Kedutaan Besar Italia, Bimasena, CIMB Niaga dan berbagai sponsor lain. Teman-temannya sesama musikus, penyanyi ternama yang siap berkolaborasi juga seringkali tampil bersamanya,seperti  Binu Sukaman yang suaranya luar biasa,  Bernadetta Astari yang kini meneruskan sekolah menyanyinya di Utrech Belanda dan memperoleh penghargaan di sana berkali-kali,  Farman Purnama yang juga sungguh tekun dan  sesekali kembali ke Indonesia di tengah kesibukannya menuntut ilmu di Belanda, Christopher Abimanyu, Aning Katamsi, Pharel, bahkan seniman asing seperti Enrico Lancia, Maria di Benedetto dan lain-lain.

Avip berkutat pada ruang musiknya yang nyaman di kawasan Kebayoran Baru, jalan Kertanegara.  Ada piano besar, ada karpet cantik tergelar, ada tumpukan partitur.., dan ada kesabaran yang sungguh luar biasa. Ia pantang menyerah. Murid-muridnya lalu lalang di  sekolah musiknya, Resonanz Music Studio. Semua riang dan menikmati kegiatannya. Berkesenian, menggelar keindahan, serta memupuk penghalusan budi yang dalam…. mereka pun tentu ingin seperti Avip… ‘apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, maka kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh…….

Bermusik…bermusik… dan bermusik…, untuk martabat Indonesia Raya !!

One comment

  1. Semoga mas AVIP menghantar kesadaran kemanusiaan universal lebih dalam lewat jalan MUSIK, seperti mas Maestro BIOLA, IDRIS SARDI. Suka kalimat..”Avip memiliki obsesi sejak lama, bahwa konser di Indonesia harus tetap ‘berbunyi’ dan tak boleh sepi. Jauh sebelum ini, pada tahun 2001 ia mendirikan Jakarta Concert Orchestra (JCO) bersama-sama dengan Ibu Toeti Heraty Noeradi Rooseno.” Thx Mbak Lin…

Comments are closed.