suaranya lembut
jalannya tangkas
otot tangan melebar
menggenggam adukan panci
pada tungku besar
serta wajan raksasa
pembuat penganan sempurna
lezat….
mama Yani..
begitulah putraku sejak balita memanggilnya
saat bayi diam-dia dijejali kerupuk kampung
manakala aku sang ibunda meleng sejenak
ah.. mama Yani nakal sekali
anakku diberi penganan hasil buatannya
dengan seenaknya sembari tertawa-tawa…
mama Yani bersamaku terpana
saat rumah sakit bernuansa hijau menjadi nestapa
kami saksi melihat ayahanda dipompa
karena nafas tersendat-sendat dalam bahaya
kami berlinang air mata dari balik kaca…
tatkala akhirnya bapak tak lagi berdaya….
kami menjerit.. terisak… lemas sekujur tubuh
terbujur kaku sang kekasih yang baik hati…
lalu seorang lelaki kepada mama Yani berjanji..
di depan manusia yang tak lagi bernyawa…
akan menjaga sang istri sekuat tenaga..
mama Yani semakin mengalirkan air mata sebanyak-banyaknya..
betapa janji suami akan selalu dipegangnya
akulah saksi telinga yang mendengarnya
ditepati atau tak ditepati adalah urusannya…
semua berbaur dengan tangis kehilangan tak berkesudahan
bapak mertuaku yang baik hati telah tiada…
tak sampai hati kubayangkan…
semalam kejadian tigapuluh dua tahun silam berulang..
di rumah sakit hijau yang sama…
kini giliran mama Yani yang terbujur di sana
dada bergelimpangan nafas tegang tak lancar..
panik menguasai seisi ruangan
mama Yani berjuang…
para penolong berjubah putih pun berjuang…
akhirnya detik henti tetap kuasa Tuhan
ditentukan secara pasti..
tanpa bisa dimajumundurkan…
mama Yani pun berpulang
jauuuuuh…
jauh sekali…..
meninggalkan tiga putra cakep yang telah jadi orang…
dan seorang suami yang pernah berjanji di depan mayat ayahanda mertua…
lagi-lagi kuingat, kejadian itu tigapuluh dua tahun silam….
pedih !