Itulah Bedanya Marzuki dan Jokowi

Ketua DPR RI mencoba untuk berjiwa besar. Ia keluar dari ruangannya,  menuju halaman kantornya.  Di luar pagar ribuan pendemo dari segala perangkat desa sudah berkerumun. Dengan hati panas. Dengan suara menggelegar. Catatan bersejarah ini tertanggal 14 Desember 2012.

Marzuki mencoba berbicara  dengan pengeras suara. Tak berhasil. Malah membuat para pendemo semakin dilumuri amarah. Entah karena omongannya yang tak lagi bisa dipercaya, entah pula karena faktor lain, aura yang tak sedap di mata khalayak, maupun kemistri yang tak jalan sama sekali.  Rakyat tetap garang.

Lalu habis kesabaran sang ketua wakil rakyat itu. Suaranya meninggi. Lalu muncul lemparan botol. Terkejut? Tentu saja!  Terbukti dari ucapannya yang semakin meninggi. Rasanya semua sia-sia. Mengambil hati rakyat dengan caranya yang tidak elegan, dengan bereaksi  langsung balik badan kembali ke singgasananya yang dingin berAC sejuk, betul-betul tidak memecahkan masalah. Dan massa semakin jelas menilai seperti apa  aslinya wakil mereka.

Sekarang kita lihat Jokowi. Belum sebulan berkiprah di Balai Kota, ia sudah kena tendangan kiri kanan. Dari lembaga yang berisi orang-orang yang bisa kita ukur dari tutur katanya selalu mengecam, sampai rakyat di jalan. Suatu ketika muncullah rombongan pendemo  yang garang. Sopir angkot angkat suara. Marah menggelegar di tepi jalan. Suasana memanas. Lalu Jokowi datang menghampiri. Dengan tubuh  kurus kerempeng dan senyum mengembang, ia hadapi semua tanpa gentar.  Apa yang terjadi? Pendemo malah mengelu-elukan orang nomor satu di Balai Kota DKI Jakarta ini.  Semua ia jelaskan dengan runtun. Keluhan didengar sambil tangan sang Gubernur merangkul kiri kanan. Senyuman mengembang dari kedua belah pihak.  Pendemo luluh.  Kamera foto dari  berbagai  telefon genggam  berkilatan menyerbu Jokowi dari para pendemo. Banyak yang minta berfoto. Lho?!  Suasana aman bahkan berbalik menjadi riang.  Beres. Tanpa botol melayang. Tanpa sang pemimpin Jakarta ini harus mutung balik badan atau lari terbirit-birit takut diserang.

Ini suatu pertanda yang sangat jelas. Mana pimpinan yang benar-benar memperoleh limpahan  kasih sayang, mana yang selalu diserbu  oleh rasa berang. Siapa yang salah?  Cara pendekatankah yang salah? Perilaku sebelum-belumnyakah yang dijadikan ukuran bagi masyarakat sehingga mereka sudah mual terhadap  sosok seseorang? Atau niatan yang memang sudah terbaca jelas oleh rakyat apalagi yang tergolong jelata??

Betapa menyedihkannya menjadi pejabat yang tak disukai rakyatnya.  Malu bila masih punya malu.  Ah, apakah masih ada malu di negeri ini? Sebab harga diri tak pernah dijual di mana-mana. Adanya hanya di dalam  hati…….

4 comments

  1. ga tau track recordnya marzuki terlalu jauh,,,…. tapi denger – denger sepintas…tentang beliau , udah pernah. .
    Kalau Pak Jokowi memang oke…. sampe skrg masih oke…. belum melihat siapa yang nandingin beliau….

  2. Itulah hebatnya Jokowi, rendah hati, tidak pongah, berlawanan dengan Marzuki alay, yang selalu mengangkat dagu (padahal gak punya dagu…wakakakak ), manusia sombong yang kebetulan ketua DPR ini sangat jauh dari rakyat yang (katanya) diwakilinya…..
    sejak kesalahannya mengucapkan kalimat2 kontorversi, jadi bintang iklan maspion ( yg bikin eneg dan muntah), saya gak simpati sama sekali ama orang ini…! Marzuki yang sombong, kelak setelah 2014 akan jadi apa kamu ? orang gak akan menghormati kamu lagi !! pretttt!!

Comments are closed.