Kakek Penjual Garam

suatu pagi di hari  Minggu

roda sepeda butut menggelinding

di tengah kemewahan Ibukota

pelan…

berat…

renta..

serenta  si pengendara

 

kakek tua terengah

berjuang di jalanan aspal panas

menuju tanjakan

berbekal garam

penuh dalam sepeda tua

 

betapa dadaku sesak

di tengah kota bergedung  menjulang sejuk

masih ada saudara  uzur papa

tetap harus bekerja

meski sedikit laba

 

kakek penjual garam

maafkan aku…

sepatuku berwarna warni

tas putih sampai kelabu

batik bertumpuk seru

makanan selemari utuh

garam dibeli  di pasar

ditawar pula…

kejam sekali aku…

 

kakek penjual garam

apakah kita kira ia miskin

ia manusia kaya..

kaya batin

kaya fisik

kaya derajat

kuat raga perkasa

tak kenal gedung ka pe ka

tak perlu dihinadina massa…

tak guna rumahnya dijaga polisi ratusan jumlahnya…

jauh dari kata diusir

dipecat

disingkir

dicibir

disidang

di penjara

tidak juga dilempar botol aqua…

 

asin rasa garam

adalah energi  terpendam

derajat berkumpul bagai ribuan butir  kristal putih

penuh sesak melambung bangga

sang penjual garam yang indah…

kekuatan di tanjakkan  sesungguhnya adalah anugerah

yang belum tentu orang lain

mendapatkannya….